Revisi UU ITE buat netizen makin cerdas
28 November 2016 15:10 WIB
Setujui Revisi UU ITE Menkominfo Rudiantara (kiri) berjabat tangan dengan Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Gerindra Asril Hamzah Tanjung usai menerima pandangan fraksi dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (14/3). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta (ANTARA News) - Praktisi media sosial independen Enda Nasution menilai revisi revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang lebih dikenal sebagai UU ITE tidak memiliki banyak pengaruh pada kebebasan berpendapat di media sosial.
“Aktivitas netizen di media sosial, saya optimis akan terus makin cerdas dan membaik karena masyarakat Indonesia bisa belajar dari kesalahan-kesalahan maupun kasus yang sudah terjadi,” kata Enda melalui pesan singkat, Senin (28/11).
Sejak 2008, berdasarkan data Safenet, ada 169 kasus yang dilaporkan dengan menggunakan UU ITE, antara lain kasus Prita Mulyasari pada 2008, perdebatan pengacara Farhat Abbas dengan musisi Ahmad Dhani di Twitter (2014), Florence yang menghina kota Yogyakarta (2014), kasus aktivis Haris Azhar pada Agustus lalu hingga yang terbaru Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama yang dilaporkan ke kepolisian oleh sejumlah kelompok masyarakat.
Enda yang juga kerap disebut “Bapak Blogger Indonesia” tersebut menilai revisi UU ITE tidak banyak berpengaruh pada kebebasan berekspresi di dunia maya.
“Revisi ini menurut saya tidak punya pengaruh banyak, tidak memperbaiki, tapi juga tidak tambah menekan,” kata dia.
Revisi tersebut menurut Enda merupakan kemajuan dari UU ITE bila dilihat dari sisi perlindungan kepada korban pencemaran nama baik, meskipun belum ideal.
Yang ideal, menurut Enda, seperti sistem di negara lain, yang memasukkan perkara pencemaran nama baik ke hukum perdata sehingga yang bersalah dikenai sanksi administratif berupa denda.
Sementara di Indonesia, UU ITE merujuk pada hukum pidana yang ditangani negara melalui lembaga kepolisian dan jaksa.
“Aktivitas netizen di media sosial, saya optimis akan terus makin cerdas dan membaik karena masyarakat Indonesia bisa belajar dari kesalahan-kesalahan maupun kasus yang sudah terjadi,” kata Enda melalui pesan singkat, Senin (28/11).
Sejak 2008, berdasarkan data Safenet, ada 169 kasus yang dilaporkan dengan menggunakan UU ITE, antara lain kasus Prita Mulyasari pada 2008, perdebatan pengacara Farhat Abbas dengan musisi Ahmad Dhani di Twitter (2014), Florence yang menghina kota Yogyakarta (2014), kasus aktivis Haris Azhar pada Agustus lalu hingga yang terbaru Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama yang dilaporkan ke kepolisian oleh sejumlah kelompok masyarakat.
Enda yang juga kerap disebut “Bapak Blogger Indonesia” tersebut menilai revisi UU ITE tidak banyak berpengaruh pada kebebasan berekspresi di dunia maya.
“Revisi ini menurut saya tidak punya pengaruh banyak, tidak memperbaiki, tapi juga tidak tambah menekan,” kata dia.
Revisi tersebut menurut Enda merupakan kemajuan dari UU ITE bila dilihat dari sisi perlindungan kepada korban pencemaran nama baik, meskipun belum ideal.
Yang ideal, menurut Enda, seperti sistem di negara lain, yang memasukkan perkara pencemaran nama baik ke hukum perdata sehingga yang bersalah dikenai sanksi administratif berupa denda.
Sementara di Indonesia, UU ITE merujuk pada hukum pidana yang ditangani negara melalui lembaga kepolisian dan jaksa.
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2016
Tags: