Rajamohanan pertimbangkan jadi "justice collaborator"
25 November 2016 15:48 WIB
Tersangka OTT Suap Pejabat Pajak. Direktur PT EK Prima Ekspor Indonesia Rajesh Rajamohanan Nair (kedua kanan) memakai rompi tahanan usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/11/2016). KPK menahan Rajesh Rajamohanan Nair sebagai tersangka pemberi suap dan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Handang Soekarno sebagai tersangka penerima suap yang diduga untuk penghapusan pajak PT EK Prima. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jakarta (ANTARA News) - Country Director PT E.K.Prima Ekspor Indonesia (EKP) Rajesh Rajamohanan mempertimbangkan pengajuan sebagai "justice collaborator" (JC) atau pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.
"Kita akan pertimbangkan sebagai justice collaborator, kita minta perlindungan karena (PT EKP) ini adalah perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) yang berusaha di Indonesia tapi menghadapi persoalan kesulitan seperti ini," kata pengacara Rajamohanan, Tommy Singh di gedung KPK Jakarta, Jumat.
KPK menetapkan Country Director PT E.K.Prima Ekspor Indonesia (EKP) Rajesh Rajamohanan Nain sebagai pemberi suap dan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno sebagai penerima suap dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan/pemberian hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Tommy kembali menjelaskan bahwa kliennya adalah korban pemerasan yang dilakukan oleh oknum pegawai DJP.
"Klien kami sudah cerita banyak, kami sudah dengar banyak, tentu ada indikasi-indikasi ke arah pemerasan. Dia korban dalam hal ini, bukan pelaku suap," ungkap Tommy.
Menurut Tommy, PT EKP sudah mengajukan Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty, tapi ditolak oleh oknum DJP.
"PT EKP sudah mengajukan tax amnesty sekali, sebelum mengajuan kami ditolak, nah oknumnya bukan HS (Handang Soekarno) kita akan buka semua. Oknum lain itu (jabatan) setara lah mungkin," jelas Tommy.
Tommy pun akan meminta perlindungan dari Tim Reformasi Pajak yang dibentuk oleh Kementerian Keuangan.
"Oknumnya bukan satu orang, kita akan minta perlindungan Menkeu RI dan tim reformasi pajak supaya diteliti secara terbuka, transparan dan diketahui juga kenapa tax amnesty ditolak dari awal," ungkap Tommy.
PT EKP menginduk pada Lulu Group yang bermarkas di Uni Emirat Arab. Lulu Grup secara resmi membuka "hypermarket" pertama di kawasan Cakung, Jakarta Timur pada 31 Mei 2016 dan diresmikan Presiden Joko Widodo.
KPK pada Rabu (23/11) menggeledah empat lokasi yaitu kantor DJP Jalan Gatot Subroto kavling 40-42 Jakarta Selatan; kantor PT EK Prima Ekspor Indonesia di Graha E.K Prima Ruko Textile blok C3 Jalan Raya Mangga Dua No.12 Jakarta; rumah kost Handang di belakang kantor DJP dan rumah Rajesh di kompleks Springhill Golf Residence kelurahan Pademangan Timur kecamatan Pademangan Jakarta Utara.
Rajesh dan Handang diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Senin (21/11) sekitar pukul 20.00 WIB di rumah Rajesh di Springhill Residences, Kemayoran saat terjadi penyerahan uang dari Rajesh ke Handan sebesar 148.500 dolar AS atau setara Rp1,9 miliar.
Uang Rp1,9 miliar itu merupakan komitmen total Rp6 miliar. Uang itu diberikan oleh Country Director PT E.K.Prima Ekspor Indonesia (EKP) Rajesh Rajamohanan Nain agar Handan mencabut Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang ekspor dan bunga tagihan pada tahun 2014-2015 senilai Rp78 miliar.
STP itu dikeluarkan oleh Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing.
"Kita akan pertimbangkan sebagai justice collaborator, kita minta perlindungan karena (PT EKP) ini adalah perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) yang berusaha di Indonesia tapi menghadapi persoalan kesulitan seperti ini," kata pengacara Rajamohanan, Tommy Singh di gedung KPK Jakarta, Jumat.
KPK menetapkan Country Director PT E.K.Prima Ekspor Indonesia (EKP) Rajesh Rajamohanan Nain sebagai pemberi suap dan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno sebagai penerima suap dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan/pemberian hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Tommy kembali menjelaskan bahwa kliennya adalah korban pemerasan yang dilakukan oleh oknum pegawai DJP.
"Klien kami sudah cerita banyak, kami sudah dengar banyak, tentu ada indikasi-indikasi ke arah pemerasan. Dia korban dalam hal ini, bukan pelaku suap," ungkap Tommy.
Menurut Tommy, PT EKP sudah mengajukan Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty, tapi ditolak oleh oknum DJP.
"PT EKP sudah mengajukan tax amnesty sekali, sebelum mengajuan kami ditolak, nah oknumnya bukan HS (Handang Soekarno) kita akan buka semua. Oknum lain itu (jabatan) setara lah mungkin," jelas Tommy.
Tommy pun akan meminta perlindungan dari Tim Reformasi Pajak yang dibentuk oleh Kementerian Keuangan.
"Oknumnya bukan satu orang, kita akan minta perlindungan Menkeu RI dan tim reformasi pajak supaya diteliti secara terbuka, transparan dan diketahui juga kenapa tax amnesty ditolak dari awal," ungkap Tommy.
PT EKP menginduk pada Lulu Group yang bermarkas di Uni Emirat Arab. Lulu Grup secara resmi membuka "hypermarket" pertama di kawasan Cakung, Jakarta Timur pada 31 Mei 2016 dan diresmikan Presiden Joko Widodo.
KPK pada Rabu (23/11) menggeledah empat lokasi yaitu kantor DJP Jalan Gatot Subroto kavling 40-42 Jakarta Selatan; kantor PT EK Prima Ekspor Indonesia di Graha E.K Prima Ruko Textile blok C3 Jalan Raya Mangga Dua No.12 Jakarta; rumah kost Handang di belakang kantor DJP dan rumah Rajesh di kompleks Springhill Golf Residence kelurahan Pademangan Timur kecamatan Pademangan Jakarta Utara.
Rajesh dan Handang diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Senin (21/11) sekitar pukul 20.00 WIB di rumah Rajesh di Springhill Residences, Kemayoran saat terjadi penyerahan uang dari Rajesh ke Handan sebesar 148.500 dolar AS atau setara Rp1,9 miliar.
Uang Rp1,9 miliar itu merupakan komitmen total Rp6 miliar. Uang itu diberikan oleh Country Director PT E.K.Prima Ekspor Indonesia (EKP) Rajesh Rajamohanan Nain agar Handan mencabut Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang ekspor dan bunga tagihan pada tahun 2014-2015 senilai Rp78 miliar.
STP itu dikeluarkan oleh Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016
Tags: