Jakarta (ANTARA News) - Menyambut Hari Bumi, 22 April, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) serukan "Jeda Tebang" untuk menghentikan sementara eksplorasi dan penggundulan hutan yang membawa bencana ekologis bagi Indonesia. "Hutan di Indonesia berada pada titik kritis karena deforestrasi tak pernah sungguh-sungguh diatasi dengan benar oleh negara," kata Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Chalid Muhammad, di Jakarta, Jumat. Chalid mengungkapkan jeda tebang adalah menghentikan sejenak aktivitas penebangan dan konversi hutan dengan tujuan mengambil jarak dari masalah agar di[eroleh jalan keluar yang bersifat jangka panjang dan permanen. Berdasarkan data WALHI, pada 2006 tercatat laju kerusakan hutan kepulauan nusantara mencapai 2,72 hektar. Tingginya angka konsumsi kayu, kertas, dan sawit di Eropa, India, dan Cina juga mendorong terjadinya konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri. "WALHI mencatat lebih dari 65 persen berbagai produk hutan di ekspor ke berbagai negara. Mendorong lebih dari 28 juta hektar di konversi dan dialokasikan bagi perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri," ujarnya lagi. Chalid mengatakan jeda tebang dilaksanakan selama paling sedikit 15 tahun. Kurun waktu tersebut, lanjutnya, cukup untuk memperbaiki seluruh tata kelola dan kebijakan yang selama ini tumpang tindih yang seringkali berakhir dengan penyelesaian masalah di lapangan. "Jeda tebang adalah pilihan yang paling masuk akal, sebab kerusakan hutan alam di Indonesia tercatat 2,72 hektar per tahun, dengan eksplorasi besar-besaran di berbagai wilayah Indonesia maka diperkirakan pada 2012 hutan alam di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi akan musnah," katanya. Perkiraan tersebut, lanjutnya, didasarkan pada kenyataan bahwa cadangan hutan produksi yang tersisa masih memiliki tutupan baik seluas 41,25 juta hektar, pasokan bahan baku kayu dari hutan tanaman indsutri hanya sanggup memenuhi kebutuhan industri pulp, dan melihat bahwa biofuel akan memicu percepatan pelepasan kawasan untuk perkebunan kelapa sawit. Disinggung soal program percepatan pembanguna Hutan Tanaman Rakyat, Chalid mengakui hal itu dapat menekan angka penebangan. Namun demikian bila HTR dibangun pada 2008 maka hasilnya baru akan diperoleh pada 2016 saat dimana hutan alam di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi telah punah mengikuti jejak hutan alam di Jawa. Sementara itu pemerintah, ujarnya, selalu menafikkan tiga maslah mendasar di sektor kehutanan yakni tidak adanya pengakuan terhadap hak rakyat dalam pengelolaan hutan, korupsi, dan besarnya kesenjangan antara pasokan dan permintaan. "WALHI juga mencatat sekitar 500 peraturan di sektor kehutanan juga tumpang tindih sehingga akhirnya berbagai konflik diselesaikan di lapangan, kebijakan-kebijakan yang membingungkan dan tata kelola yang tidak menyentuh substansi masalah mendorong Indonesia dalam siklus bencana ekologis yang kronis. Disinilah dibutuhkan jeda tebang," tambahnya. Peringatan Hari Bumi yang di gelar WALHI akan di gelar di Bunderan Hotel Indoensia pada Minggu (22/4) dengan tema "Selamatkan Hutan dnegan Tanganmu, Jeda Tebang Sekarang". Aksi simpatik ini rencananya akan diikuti sahabat WALHI dari seluruh Indonesia dan amsyarakat Jakarta. Aksi itu akan diikuti Jambore Nasional Sahabat WALHI 2007 yang berlangsung Senin (23/4) di Bumi Perkemahan Ragunan, Jakarta Selatan. Pembukaan jambore itu rencananya akan dihadiri oleh Menteri Pemuda dan Olahraga, Adhyaksa Dault.(*)