Ambon (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Maluku mengisyaratkan 95.328 pemilih di lima kabupaten/kota terancam tidak bisa mengikuti pemilihan umum kepala daerah (pilkada) pada 15 Februari 2017 karena belum melakukan perekaman kartu tanda penduduk (KTP) elektronik.

"Mengingat tenggat waktu pilkada, maka 95.329 pemilih itu kemungkinan besar tidak bisa memanfaatkan hak politik untuk memilih karena proses pencetakan KTP elektronik relatif lama," kata Ketua KPU Maluku, Musa Toekan, Senin.

Sebanyak 95.328 pemilih itu tersebar di Kota Ambon (32.318 pemilih), kabupaten Maluku Tengah (28.324 pemilih), kabupaten Buru (8.826 pemilih), kabupaten Seram Bagian Barat (11.102 pemilih) dan 14.758 pemilih lainnya di kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB).

"Kami telah memetakan sejumlah masalah yang kemungkinan menimbulkan sengketa, dan salah satunya adalah pemilih terancam tidak masuk daftar pemilih tetap (DPT)," ujarnya.

Dia mengakui, sebanyak 95.328 pemilih yang belum memiliki KTP elektronik dapat menjadi masalah serius bila tidak ditangani sesegera mungkin.

"KTP elektronik ini kewenangan dinas kependudukan dan catatan sipil, makanya masing -masing pemkab/pemkot yang daerahnya menyelenggarakan Pilkada 2017 hendaknya menyikapinya sehingga tidak menjadi masalah nantinya," kata Musa.

KPU Maluku, menurut dia, menyikapi Pilkada Maluku Tengah dengan pasangan calon tunggal, yakni Tuasikal Abua-Marlattu Leleurry dengan jargon "TULUS".

"KPU Maluku Tengah telah diarahkan agar intensif melaksanakan sosialisasi agar masyarakat bisa memanfaatkan hak politiknya seoptimalnya dan tidak golput," ujarnya.

Oleh karena itu, KPU Maluku sebagai penyelenggara Pilkada 2017 bersikap netral dan tidak berafilisasi kepada pasangan calon tertentu.

"Sanskinya dikenakan pelanggaran kode etik, bahkan ancaman pidana kepada penyelenggara yang melakukan perbuatan melanggar undang-undang," demikian Musa.