Apindo: dampak demonstrasi harus dibayar mahal
16 November 2016 17:07 WIB
Ribuan orang memadati kawasan Bundaran Air Mancur Bank Indonesia sebelum menuju ke depan Istana Merdeka di Jakarta, Jumat (4/11/2016), dalam aksi unjuk rasa menuntut pemerintah mengusut tuntas kasus dugaan penistaan agama yang dilaporkan dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengakui dampak demonstrasi yang terjadi beberapa waktu lalu harus diganti dengan harga mahal.
"Antisipasi teman-teman dunia usaha sudah ada, tapi dampaknya itu harganya mahal karena bisa menyebabkan kemunduran ekonomi dan menurunkan kepercayaan investor asing," katanya dalam dialog bertajuk "Demo, Iklim Bisnis dan Harapan Pengusaha" di Jakarta, Rabu.
Hariyadi menuturkan, aksi yang terjadi Jumat (4/11) itu harus dikaji akar masalahnya agar ada penanganan antisipatif.
"Kalau dirunut ke belakang, itu kan proses dinamika politik ya. Meski masyarakat bisa memilih, tapi saat terjadi gelombang besar seperti kemarin, jadi masalah juga," katanya.
Ia menambahkan, aksi demonstrasi yang melibatkan massa akan sangat merepotkan berbagai kalangan.
Ia berharap semua pihak bisa tenang dan tetap bisa menjaga kedewasaan dalam menghadapi masalah yang ada.
"Kami yang setengah mati jaga ekonomi. Untuk apa juga capek-capek dorong amnesti pajak kalaubternyata diacak-acak dengan kondisi begini. Mudah-mudahan tidak lagi. Kalau pun ada perbedaan pendapat, mari selesaikan dengan kepala dingin," katanya.
Kalangan pengusaha mencatat, dalam aksi pada 4 November lalu yang menuntut proses hukum Basuki Tjahja Poernama (Ahok), sekitar 180.000 orang turun ke jalan.
Jumlah tersebut merupakan yang terbesar selama era demokrasi di Indonesia karena demonstrasi pada 1998 silam hanya melibatkan 120.000 orang.
Berdasarkan kajian Bank Indonesia, asumsi dampak kerugian ekonomi ditaksir mencapai Rp2,9 triliun akibat penurunan sektor konsumsi hingga 60 persen dan aktivitas lainnya sebanyak 30 persen.
Ada pun kerugian transaksi penurunan omzet ditaksir mencapai Rp500 miliar dengan asumsi perhitungan toko yang tutup 20.000 toko beromzet rata-rata Rp25 juta per hari.
"Antisipasi teman-teman dunia usaha sudah ada, tapi dampaknya itu harganya mahal karena bisa menyebabkan kemunduran ekonomi dan menurunkan kepercayaan investor asing," katanya dalam dialog bertajuk "Demo, Iklim Bisnis dan Harapan Pengusaha" di Jakarta, Rabu.
Hariyadi menuturkan, aksi yang terjadi Jumat (4/11) itu harus dikaji akar masalahnya agar ada penanganan antisipatif.
"Kalau dirunut ke belakang, itu kan proses dinamika politik ya. Meski masyarakat bisa memilih, tapi saat terjadi gelombang besar seperti kemarin, jadi masalah juga," katanya.
Ia menambahkan, aksi demonstrasi yang melibatkan massa akan sangat merepotkan berbagai kalangan.
Ia berharap semua pihak bisa tenang dan tetap bisa menjaga kedewasaan dalam menghadapi masalah yang ada.
"Kami yang setengah mati jaga ekonomi. Untuk apa juga capek-capek dorong amnesti pajak kalaubternyata diacak-acak dengan kondisi begini. Mudah-mudahan tidak lagi. Kalau pun ada perbedaan pendapat, mari selesaikan dengan kepala dingin," katanya.
Kalangan pengusaha mencatat, dalam aksi pada 4 November lalu yang menuntut proses hukum Basuki Tjahja Poernama (Ahok), sekitar 180.000 orang turun ke jalan.
Jumlah tersebut merupakan yang terbesar selama era demokrasi di Indonesia karena demonstrasi pada 1998 silam hanya melibatkan 120.000 orang.
Berdasarkan kajian Bank Indonesia, asumsi dampak kerugian ekonomi ditaksir mencapai Rp2,9 triliun akibat penurunan sektor konsumsi hingga 60 persen dan aktivitas lainnya sebanyak 30 persen.
Ada pun kerugian transaksi penurunan omzet ditaksir mencapai Rp500 miliar dengan asumsi perhitungan toko yang tutup 20.000 toko beromzet rata-rata Rp25 juta per hari.
Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016
Tags: