Dasar hukum polisi memutuskan tidak menahan Ahok
16 November 2016 14:20 WIB
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian (tengah) dikawal petugas saat memasuki ruang pertemuan sebelum memberikan keterangan terkait hasil gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan terhadap gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (16/11/2016). Kapolri menyatakan penetapan Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka kasus penistaan agama murni berdasarkan fakta hukum yang ditemukan tim penyelidik. (ANTARA/M Agung Rajasa)
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Polri Jendral Pol Tito Karnavian
mengatakan polisi tidak menahan tersangka kasus penistaan agama, Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok), karena menurut Pasal 21 Ayat 4 Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana penahanan tidak harus dilakukan
terhadap tersangka dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun penjara.
"Undang-Undang kita, KUHAP Pasal 21 Ayat 4 UU Nomor 8 Tahun 1981 tidak menyatakan bahwa setiap kasus tertentu di bawah lima tahun harus dilakukan penahanan," katanya di Mabes Polri, Jakarta, Rabu.
Tito menjelaskan bahwa penahanan bisa dilakukan bila ada keyakinan yang mutlak dari penyelidik saat menentukan status Ahok sebagai tersangka.
Sementara yang terjadi pada gelar perkara kemarin, kalangan penyelidik berbeda pendapat setelah mendengarkan paparan para ahli meski mayoritas menetapkan Ahok sebagai tersangka.
"Yang dikatakan adalah dapat dilakukan penahanan dengan syarat objektif, yaitu adanya keyakinan yang mutlak. Tapi penyelidik terbelah, tidak mutlak. Didominasi yang berpendapat ini pidana sehingga ditingkatkan menjadi penyidikan untuk diajukan ke pengadilan," kata Tito.
Polisi menetapkan Ahok sebagai tersangka perkara penistaan agama berdasarkan Pasal 156 a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kepolisian juga mencegah Ahok pergi ke luar negeri.
Ia ditetapkan menjadi tersangka kasus penistaan agama karena mengutip Alquran Surat Al Maidah Ayat 51 di hadapan warga kepulauan Seribu pada akhir September 2016. Mesti tidak menahan Ahok, polisi mencegah dia pergi ke luar negeri.
"Undang-Undang kita, KUHAP Pasal 21 Ayat 4 UU Nomor 8 Tahun 1981 tidak menyatakan bahwa setiap kasus tertentu di bawah lima tahun harus dilakukan penahanan," katanya di Mabes Polri, Jakarta, Rabu.
Tito menjelaskan bahwa penahanan bisa dilakukan bila ada keyakinan yang mutlak dari penyelidik saat menentukan status Ahok sebagai tersangka.
Sementara yang terjadi pada gelar perkara kemarin, kalangan penyelidik berbeda pendapat setelah mendengarkan paparan para ahli meski mayoritas menetapkan Ahok sebagai tersangka.
"Yang dikatakan adalah dapat dilakukan penahanan dengan syarat objektif, yaitu adanya keyakinan yang mutlak. Tapi penyelidik terbelah, tidak mutlak. Didominasi yang berpendapat ini pidana sehingga ditingkatkan menjadi penyidikan untuk diajukan ke pengadilan," kata Tito.
Polisi menetapkan Ahok sebagai tersangka perkara penistaan agama berdasarkan Pasal 156 a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kepolisian juga mencegah Ahok pergi ke luar negeri.
Ia ditetapkan menjadi tersangka kasus penistaan agama karena mengutip Alquran Surat Al Maidah Ayat 51 di hadapan warga kepulauan Seribu pada akhir September 2016. Mesti tidak menahan Ahok, polisi mencegah dia pergi ke luar negeri.
Pewarta:
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016
Tags: