Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin sore bergerak menguat tipis sebesar 16 poin menjadi Rp13.364, dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.380 per dolar AS.

Pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Tbk, Rully Nova di Jakarta mengatakan bahwa intervensi Bank Indonesia di pasar uang dan pasar surat utang menjaga fluktuasi rupiah, sehingga bergerak stabil dengan kecenderungan menguat.

"Intervensi membuat nilai tukar rupiah cenderung membaik di tengah sentimen negatif yang beredar di pasar cukup dominan," ucapnya.

Ia menambahkan bahwa sentimen mengenai hasil pemilu presiden AS masih membayangi fluktuasi rupiah. Diproyeksikan, setelah sentimen itu mereda mata uang domestik akan kembali bergerak sesuai dengan fundamentalnya di sekitar Rp13.000 per dolar AS.

Sementara itu, Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa masih meningkatnya permintaan mata uang Amerika Serikat di pasar global masih akan membayangi laju mata uang domestik.

"Ekspektasi bahwa pemerintahan Trump akan meningkatkan jumlah belanja, akan menaikan inflasi dan melonjakan imbal hasil obligasi AS," ujarnya.

Menurut dia, meningkatnya imbal hasil obligasi AS akan mendorong perpindahan dana dari negara-negara berkembang, yang akhirnya turut menekan mata uangnya.

Di sisi lain, lanjut dia, harga minyak mentah dunia yang kembali terkoreksi juga masih menjadi sentimen negatif bagi mata uang komoditas, seperti rupiah. Terpantau, harga minyak mentah jenis WTI Crude pada Senin (14/11) sore ini berada di posisi 43,29 dolar AS per barel. Sementara minyak mentah jenis Brent Crude di posisi 44,70 dolar AS per barel.

Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Senin ini mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.358 dibandingkan Jumat (11/11) Rp13.350.