Purwakarta (ANTARA News) - Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi dan Direktur Utama Perusahaan Jasa Tirta II Jatiluhur Djoko Saputro memantau kondisi aliran buangan waduk Jatiluhur di Sungai Citarum, Senin.

Pemantauan dilakukan menyusul tingginya curah hujan di sejumlah daerah serta meningkatnya tinggi muka air Waduk Saguling dan Cirata.

Dalam pemantauan itu, bupati bersama jajaran direksi Perusahaan Jasa Tirta II Jatiluhur menyisir daerah aliran buangan air dari Waduk Jatiluhur.

Direktur Utama Perusahaan Jasa Tirta Jatiluhur II Djoko Saputro, mengatakan, sesuai dengan pemantauan di lapangan, aliran buangan dari Waduk Jatiluhur masih normal dan kondisinya aman.

Perusahaan Jasa Tirta II Jatiluhur juga sudah memasang 50 alat di beberapa titik untuk mengontrol kondisi tinggi muka air aliran buangan sungai dan Waduk Jatiluhur.

"Kondisinya memang diatas normal. Tetapi masih dalam kondisi aman," kata dia.

Ia mengatakan, ambang batasnya 109 meter diatas permukaan laut, dan saat ini tinggi permukaan air di Waduk Jatiluhur sudah mencapai 107,5 meter di atas permukaan laut.

Pihaknya kini terus melakukan antisipasi, terutama air kiriman dari Saguling dan Cirata. Sehingga pihaknya akan terus melakukan pemantauan selama 24 jam.

"Kita terus berkoordinasi baik dengan pihak Saguling maupun Cirata. Kita upayakan untuk terus melakukan pengontrolan. Kalau masih 450 meter kubik, itu masih aman. Kondisinya berbahaya jika limpasannya sudah mencapai 900 meter kubik," kata dia.

Sedangkan terkait banjir di beberapa lokasi sekitar Karawang, Djoko menuturkan, banjir tersebut bukan dari limpasan dari Waduk Jatiluhur, tapi dari Sungai Cibeet.

Sementara Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menyampaikan, perubahan lingkungan di kawasan Hulu terutama di wilayah Selatan cukup berpengaruh, sehingga aliran sungai melaju cepat.

"Daerah resapannya sudah berubah fungsi ada yang jadi hotel, hutan beton dan lainnya di Hulu atau daerah selatan. Jadi sangat berpengaruh besar terhadap kondisi di utara, termasuk di Jakarta," kata dia.

Limpasan air Waduk Jatiluhur itu sendiri dikatakan Dedi menjadi korban, karena dengan ditahannya aliran Citarum, warga di sekitar Jatiluhur harus menjadi korban.