"Kami ingin pelaku ditindak tegas. Kami juga mendorong pemerintah lebih serius melawan praktik intoleransi dan radikalisme," kata Koordinator JIAD Jawa Timur, Aan Anshori, di Kediri, Senin.
Mewakili sikap organisasinya, dia sangat prihatin atas pemboman di Gereja Oikomene itu, yang menyebabkan lima balita menjadi korban, dan satu di antaranya akhirnya meninggal dunia akibat luka bakar yang dia derita.
Terkait insiden di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur, itu dia menjelaskan tingkat intoleransi serta radikalisme agama saat ini memengaruhi masyarakat.
Paham dan praktik intoleransi beragama di Indonesia, kata dia, masih harus dikikis. Dia melansir data Wahid Institute pada 2016, tentang kesiapan kalangan beragam tertentu yang cenderung pada kekerasan berlatar agama.
Situasi ini, lanjut dia, diperkeruh kenyataan ada puluhan anggota gerakan radikal --di antaranya jaringan ISIS-- yang "hidup" di Indonesia.
Belum lagi 5.000 rumah ibadah dari semua agama yang menjadi sasaran kekerasan sejak reformasi. Pada masa Orde Baru, hal semacam ini tidak sederas masa kini.