Batam (ANTARA News) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) merekayasa alat deteksi tsunami untuk ditempatkan di seluruh wilayah perairan Indonesia guna memberi peringatan sebelum gejala alam itu melanda. Ketua Program Detektor Tsunami BPPT Dr. Ir. Ridwan Djamaluddin, MSc, kepada Radio Singapura yang terpantau di Batam, Kamis, mengemukakan Indonesia amat membutuhkan alat tersebut mengingat bumi pertiwi terletak pada kawasan gunung api (ring of fire). Berbeda dengan detektor tsunami buatan negara luar negeri, pendeteksi karya anak negeri ini ditempatkaan di pelampung laut (buoy) yang mampu mengenal medan di mana ditempatkan. "Situasi dan kondisi perairan di dunia berbeda-beda. Maka itu BPPT harus memastikan 'buoy' yang dibuat sesuai dengan karakteristik wilayah perairan Indonesia," katanya. Menurut Ridwan, perilaku Lautan Indonesia di kawasan Indonesia tidak sama dengan kawasan lain, sehingga BPPT mengumpulkan informasi dan riset tentang arus dan termo cline apakah ada pengaruhnya terhadap transmisi data dari alat tersebut. Ia mengatakan, pendeteksi tsunami rekayasa BPPT tergolong cepat dibanding fungsiya buatan negara lain, yaitu sekitar tiga menit setelah gempa. Sementara itu, ia mengatakan peluncuran pendeteksi di "buoy" pertama dilakukan di kawasan Selat Sunda, karena di kawasan itu belum terdapat sistem peringatan dini. Ditambahkan Ridwan, aktifnya sesar di Sumatra dan aktivitas gunung Krakatau, merupakan ancaman yang mesti diantisipasi, karena tidak ada yang bisa meramalkan apakah akan ada gempa atau aktifitas vulkanologi, namun demikian bukan berarti tidak perlu menyiapkan peringatan dini. Rencananya, BPPT akan menempatkan satu unit di setiap 200 km. Menurut Ridwan itu jangkauan ideal yang bisa dicakup oleh setiap detektor yang dapat memberikan peringatan dini akan bahaya tsunami. Rangkaian tersebut akan tersebar di sepanjang wilayah "ring of fire Indonesia`, yaitu daerah-daerah yang berpotensi terguncang oleh gempa. "Dari Aceh hingga ke selatan Jawa dan