SBY dilaporkan ke Bareskrim oleh Alumni HMI
10 November 2016 15:42 WIB
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelar jumpa pers di kediamannya di Puri Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (2/11/2016). Presiden keenam RI itu menyampaikan berbagai isu terkini, antara lain menanggapi rencana unjuk rasa pada 4 November 2016 mendatang, mengenai Pilkada Jakarta dan juga kasus TPF Munir. (ANTARA/Yulius Satria Wijaya)
Jakarta (ANTARA News) - Forum Silaturahmi Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Lintas Generasi melaporkan Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Bareskrim Polri terkait pidato pada 2 November 2016 yang dianggap telah memprovokasi masyarakat saat aksi unjuk rasa 4 November 2016.
"Awal penyampaian dalam pidato itu cinta damai, namun setelah dipelajari pidato itu mengandung hasutan dan kebencian etnis tertentu," kata Koordinator Forum Silaturahmi Alumni HMI Lintas Generasi, Mustaghfirien di Gedung Bareskrim Polri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Kamis.
Ia menyatakan dalam pidato itu, SBY menyampaikan bahwa 200 juta rakyat jangan tersandera dengan satu orang dan sampai lebaran kuda pun demo akan terus terjadi, kalau Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tidak diadili dan dipersalahkan.
"Pernyataan SBY ini cenderung politis kepada Ahok sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. Sebagai mantan kepala negara harusnya memberi pernyataan menyejukkan tetapi ini malah memprovokasi," tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Forum Silaturrahmi Alumni HMI Lintas Generasi, Adhel Setiawan melihat penangkapan kader-kader HMI saat aksi unjuk rasa itu tidak mungkin terjadi apabila tidak ada provokasi.
"Tidak mungkin mereka melakukan tindakan anarkis tanpa ada provokasi lalu tiba-tiba Pak Jokowi berpidato bahwa aksi kemarin itu diprovokasi atau ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan politik, kami menilai ada aktor politik di balik demo itu," kata Adhel.
Ia menilai SBY melanggar Pasal 160 KUHP juncto Pasal 16 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis.
"Bukti-bukti permulaan yang sudah kami sampaikan adalah video lengkap pidato SBY yang menurut kami sudah memenuhi unsur kedua pasal tersebut," ujarnya.
Sebelumnya, sejumlah organisasi masyarakat, keagamaan dan mahasiswa berunjuk rasa menolak penistaan agama di sekitar Silang Monumen Nasional (Monas) Jakarta pada Jumat (4/11).
Awalnya, aksi berjalan damai namun massa mulai anarkis selepas shalat Isya sehingga petugas melepaskan tembakan gas air untuk membubarkan konsentrasi pengunjuk rasa.
Akibat kerusuhan itu sebanyak 350 orang dari aparat gabungan dan massa pengunjuk rasa terluka dan 21 kendaraan hancur dirusak demonstran.
(T.B020/Y008)
"Awal penyampaian dalam pidato itu cinta damai, namun setelah dipelajari pidato itu mengandung hasutan dan kebencian etnis tertentu," kata Koordinator Forum Silaturahmi Alumni HMI Lintas Generasi, Mustaghfirien di Gedung Bareskrim Polri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Kamis.
Ia menyatakan dalam pidato itu, SBY menyampaikan bahwa 200 juta rakyat jangan tersandera dengan satu orang dan sampai lebaran kuda pun demo akan terus terjadi, kalau Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tidak diadili dan dipersalahkan.
"Pernyataan SBY ini cenderung politis kepada Ahok sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. Sebagai mantan kepala negara harusnya memberi pernyataan menyejukkan tetapi ini malah memprovokasi," tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Forum Silaturrahmi Alumni HMI Lintas Generasi, Adhel Setiawan melihat penangkapan kader-kader HMI saat aksi unjuk rasa itu tidak mungkin terjadi apabila tidak ada provokasi.
"Tidak mungkin mereka melakukan tindakan anarkis tanpa ada provokasi lalu tiba-tiba Pak Jokowi berpidato bahwa aksi kemarin itu diprovokasi atau ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan politik, kami menilai ada aktor politik di balik demo itu," kata Adhel.
Ia menilai SBY melanggar Pasal 160 KUHP juncto Pasal 16 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis.
"Bukti-bukti permulaan yang sudah kami sampaikan adalah video lengkap pidato SBY yang menurut kami sudah memenuhi unsur kedua pasal tersebut," ujarnya.
Sebelumnya, sejumlah organisasi masyarakat, keagamaan dan mahasiswa berunjuk rasa menolak penistaan agama di sekitar Silang Monumen Nasional (Monas) Jakarta pada Jumat (4/11).
Awalnya, aksi berjalan damai namun massa mulai anarkis selepas shalat Isya sehingga petugas melepaskan tembakan gas air untuk membubarkan konsentrasi pengunjuk rasa.
Akibat kerusuhan itu sebanyak 350 orang dari aparat gabungan dan massa pengunjuk rasa terluka dan 21 kendaraan hancur dirusak demonstran.
(T.B020/Y008)
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016
Tags: