Jakarta (ANTARA News) – Pengamat hukum tata negara Rahmat Bagja mengatakan, persoalan ke-Bhineka-an sudah selesai sejak Indonesia diproklamirkan pada 1945 saat pendiri bangsa yang terdiri dari berbagai latar belakang mendirikan Bangsa Indonesia.




“Karena itu, tidak benar jika peristiwa 4 November dianggap sebagai kehancuran kebhinekaan,” katanya dalam diskusi Empat Pilar MPR RI bertema Merajut Kebhinekaan, seperti dilansir keterangan tertulis, Senin.




Bagja mengatakan, keberagamana yang ada di Indonesia akan terus ada dan tidak menjadi masalah karena arena persoalan keberagaman sudah selesai, yang salah satu buktinya adalah penghapusan tujuh kata dalam piagam Jakarta, sehingga menjadi Pancasila.




“Dugaan penistaan Al Quran harus diselesaikan melalui mekanisme hukum yang berlaku, tidak tepat jika digeser menjadi masalah kebhinekaan,” katanya.




Sementara itu Ketua umum PP GP ANSOR Yaqut Cholil Qoumas mengatakan banyak contoh dalam kehidupan sehari-hari yang bisa diambil sebagai bukti kerukunan dalam keberagaman, misalnya kerukunan antara santri pesantren Gus Mus dengan pendeta yang tinggal disebelahnya.




“Karena itu tidak sepatutnya jika umat Islam terpancing amarahnya dalam kasus penistaan agama. Sebaiknya, umat Islam mendorong kasus tersebut agar masuk ke ranah hukum, dan dilakukan persidangan secara baik dan profesional,” katanya.




“Kita khawatir, demo-demo seperti kemarin akan ditumpangi pihak tertentu yang tidak bertanggungjawab sehingga malah merugikan umat Islam sendiri,” ujar Yaqut menambahkan.