Tes DNA buktikan keberadaan lumba-lumba tanpa sirip
7 November 2016 16:06 WIB
Ilustrasi--Lumba-Lumba Terdampar. Warga melihat seekor Lumba-lumba yang terdampar dan ditempatkan sementara di areal tambak bekas petani garam di Desa Jambo Masjid, Kecamatan Blang Mangat, Lhokseumawe, Aceh, Minggu (28/2). Mamalia laut tersebut ditemukan warga setempat terdampar pada Sabtu (27/2) dalam kondisi yang lemah. (ANTARA FOTO/Rahmad)
Pontianak (ANTARA News) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar menyatakan, hasil tes DNA terhadap mamalia laut yang terjaring oleh nelayan di wilayah Padang Tikar, Kabupaten Kubu Raya, April 2016, membuktikan keberadaan lumba-lumba tanpa sirip di wilayah itu.
"Tes DNA lumba-lumba tanpa sirip selama tujuh bulan terakhir dilakukan oleh BKSDA Kalbar bersama WWF-Indonesia yang bekerja sama dengan Indonesian Biodiversity Research Centre Universitas Udayana," kata Kepala BKSDA Kalbar Sustyo Iriono di Pontianak, Senin.
Ia menjelaskan, lumba-lumba tanpa sirip termasuk ke dalam kelompok cetacean paling kecil, umumnya berukuran sekitar dua meter. Mamalia laut lain yang termasuk ke dalam golongan cetacean adalah paus, lumba-lumba dan pesut.
Manajer Program Kalbar, WWF-Indonesia, Albertus Tjiu mengatakan bahwa hasil tes DNA terhadap jenis lumba-lumba tanpa sirip yang dijumpai di perairan Kubu Raya beberapa waktu lalu sangat penting, mengingat minimnya data terkait satwa ini di dunia.
"Porpoise berbeda dengan Cetacean lainnya, ia merupakan hewan pemalu dan bukan hewan akrobatik, sehingga jarang terlihat di permukaan, kecuali saat ia ingin bernapas. Sedangkan lumba-lumba, umumnya interaktif, senang melompat tinggi sehingga sering terlihat dekat dengan nelayan dan bisa dilakukan pengamatan. Oleh karena itu, penelitian Porpoise menjadi sulit dilakukan mengingat minimnya perjumpaan terhadap satwa perairan jenis ini di berbagai lokasi di dunia, dan di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian khusus terhadap spesies ini," ujarnya.
Untuk itu, penemuan spesies ini di wilayah Kubu Raya menambah informasi penting tentang keberadaan dan sebaran spesies lumba-lumba tanpa sirip di Indonesia. Selain itu, informasi ini juga akan disampaikan pada acara "2nd Southeast Asian Marine Mammal Stranding Network Symposium "Workshop-Training", katanya.
Temuan mamalia laut lainnya, yaitu paus yang terdampar pada bulan Oktober kemarin di Kecamatan Padang Tikar, serta temuan pesut hasil survei WWF-Indonesia sejak tahun 2011, semakin membuktikan bahwa perairan Kubu Raya adalah habitat penting bagi mamalia laut.
Dari 88 jenis Cetacean yang ada di dunia, 34 diantaranya terdapat di Indonesia, dan tiga diantaranya bisa dijumpai di wilayah perairan Kabupaten Kubu Raya dengan komposisi jenis yang lengkap.
Sementara itu, Sustyo Iriyono juga menambahkan bahwa temuan-temuan itu cukup membanggakan, karena semakin menunjukkan bahwa Kubu Raya menjadi wilayah yang memiliki keragaman spesies yang tinggi, mulai dari daratan sampai laut.
"Sosialisasi dan penyadartahuan kepada masyarakat mengenai keberadaan mamalia laut ini perlu dilakukan sebagai rencana aksi bersama, mengingat hewan-hewan ini masuk ke dalam kategori hewan yang dilindungi berdasarkan UU No. 5/1990 dan PP No. 7/1999. Di samping itu, perlu dijaga dan dilindungi habitatnya, sehingga habitat satwa tersebut bisa ditetapkan sebagai Kawasan Ekosistem Esensial.
Tingginya keanekaragaman hayati di Kubu Raya, perlu upaya konservasi yang komprehensif, WWF-Indonesia sejak tahun 2015 telah mendeklarasikan wilayah penting yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi di Kubu Raya dengan sebutan Lansekap Kubu.
Pengelolaan berbasis lansekap atau bentang alam adalah bagian dari strategi WWF-Indonesia untuk menciptakan efektivitas pengelolaan di suatu wilayah. Sebutan Lansekap Kubu juga ditujukan sebagai upaya untuk menciptakan ikon suatu wilayah, sehingga masyarakat luas mudah untuk mengenalinya.
"Pengelolaan berbasis lansekap merupakan upaya WWF-Indonesia dalam mengelola suatu wilayah dengan pendekatan multi-pihak. Saat ini WWF-Indonesia dengan dukungan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya dan tiga perusahaan kehutanan yaitu PT Kandelia Alam, PT Bina Silva Nusa, dan PT Ekosistem Khatulistiwa Lestari telah memiliki komitmen untuk bersama-sama menjaga nilai konservasi yang ada di Lansekap Kubu dan dukungan dari IDH sebagai lembaga donor," kata Pawan-Kubu Landseascape Leader, WWF-Indonesia, Ian M Hilman.
Sementara itu, Kasubbid Pertanian, Perikanan dan Kelautan Bappeda Kabupaten Kubu Raya, Muhammad Riza Iqbal menyatakan, temuan jenis mamalia laut yang baru di Kabupaten Kubu Raya ini patut banggakan. Ini menunjukkan bahwa wilayah perairan Kubu Raya menjadi semakin penting untuk menjadi perhatian bersama, tentu apapun program nantinya yang akan dikembangkan oleh para pihak, sedapat mungkin bisa berjalan seimbang antara kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan.
Pemkab Kubu Raya akan mendukung upaya penelitian dan pengembangan program lingkungan yang sedang dijalankan oleh WWF-Indonesia. "Kesinambungan antara upaya konservasi kawasan maupun spesies dari aspek ekologi dan kehidupan masyarakat dari aspek sosial dan ekonomi menjadi tonggak utama keberlangsungan ekosistem suatu wilayah yang dapat dicapai melalui dukungan serta kerjasama para pihak yang selama ini sudah berjalan baik di Kubu Raya," kata Albertus.
"Tes DNA lumba-lumba tanpa sirip selama tujuh bulan terakhir dilakukan oleh BKSDA Kalbar bersama WWF-Indonesia yang bekerja sama dengan Indonesian Biodiversity Research Centre Universitas Udayana," kata Kepala BKSDA Kalbar Sustyo Iriono di Pontianak, Senin.
Ia menjelaskan, lumba-lumba tanpa sirip termasuk ke dalam kelompok cetacean paling kecil, umumnya berukuran sekitar dua meter. Mamalia laut lain yang termasuk ke dalam golongan cetacean adalah paus, lumba-lumba dan pesut.
Manajer Program Kalbar, WWF-Indonesia, Albertus Tjiu mengatakan bahwa hasil tes DNA terhadap jenis lumba-lumba tanpa sirip yang dijumpai di perairan Kubu Raya beberapa waktu lalu sangat penting, mengingat minimnya data terkait satwa ini di dunia.
"Porpoise berbeda dengan Cetacean lainnya, ia merupakan hewan pemalu dan bukan hewan akrobatik, sehingga jarang terlihat di permukaan, kecuali saat ia ingin bernapas. Sedangkan lumba-lumba, umumnya interaktif, senang melompat tinggi sehingga sering terlihat dekat dengan nelayan dan bisa dilakukan pengamatan. Oleh karena itu, penelitian Porpoise menjadi sulit dilakukan mengingat minimnya perjumpaan terhadap satwa perairan jenis ini di berbagai lokasi di dunia, dan di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian khusus terhadap spesies ini," ujarnya.
Untuk itu, penemuan spesies ini di wilayah Kubu Raya menambah informasi penting tentang keberadaan dan sebaran spesies lumba-lumba tanpa sirip di Indonesia. Selain itu, informasi ini juga akan disampaikan pada acara "2nd Southeast Asian Marine Mammal Stranding Network Symposium "Workshop-Training", katanya.
Temuan mamalia laut lainnya, yaitu paus yang terdampar pada bulan Oktober kemarin di Kecamatan Padang Tikar, serta temuan pesut hasil survei WWF-Indonesia sejak tahun 2011, semakin membuktikan bahwa perairan Kubu Raya adalah habitat penting bagi mamalia laut.
Dari 88 jenis Cetacean yang ada di dunia, 34 diantaranya terdapat di Indonesia, dan tiga diantaranya bisa dijumpai di wilayah perairan Kabupaten Kubu Raya dengan komposisi jenis yang lengkap.
Sementara itu, Sustyo Iriyono juga menambahkan bahwa temuan-temuan itu cukup membanggakan, karena semakin menunjukkan bahwa Kubu Raya menjadi wilayah yang memiliki keragaman spesies yang tinggi, mulai dari daratan sampai laut.
"Sosialisasi dan penyadartahuan kepada masyarakat mengenai keberadaan mamalia laut ini perlu dilakukan sebagai rencana aksi bersama, mengingat hewan-hewan ini masuk ke dalam kategori hewan yang dilindungi berdasarkan UU No. 5/1990 dan PP No. 7/1999. Di samping itu, perlu dijaga dan dilindungi habitatnya, sehingga habitat satwa tersebut bisa ditetapkan sebagai Kawasan Ekosistem Esensial.
Tingginya keanekaragaman hayati di Kubu Raya, perlu upaya konservasi yang komprehensif, WWF-Indonesia sejak tahun 2015 telah mendeklarasikan wilayah penting yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi di Kubu Raya dengan sebutan Lansekap Kubu.
Pengelolaan berbasis lansekap atau bentang alam adalah bagian dari strategi WWF-Indonesia untuk menciptakan efektivitas pengelolaan di suatu wilayah. Sebutan Lansekap Kubu juga ditujukan sebagai upaya untuk menciptakan ikon suatu wilayah, sehingga masyarakat luas mudah untuk mengenalinya.
"Pengelolaan berbasis lansekap merupakan upaya WWF-Indonesia dalam mengelola suatu wilayah dengan pendekatan multi-pihak. Saat ini WWF-Indonesia dengan dukungan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya dan tiga perusahaan kehutanan yaitu PT Kandelia Alam, PT Bina Silva Nusa, dan PT Ekosistem Khatulistiwa Lestari telah memiliki komitmen untuk bersama-sama menjaga nilai konservasi yang ada di Lansekap Kubu dan dukungan dari IDH sebagai lembaga donor," kata Pawan-Kubu Landseascape Leader, WWF-Indonesia, Ian M Hilman.
Sementara itu, Kasubbid Pertanian, Perikanan dan Kelautan Bappeda Kabupaten Kubu Raya, Muhammad Riza Iqbal menyatakan, temuan jenis mamalia laut yang baru di Kabupaten Kubu Raya ini patut banggakan. Ini menunjukkan bahwa wilayah perairan Kubu Raya menjadi semakin penting untuk menjadi perhatian bersama, tentu apapun program nantinya yang akan dikembangkan oleh para pihak, sedapat mungkin bisa berjalan seimbang antara kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan.
Pemkab Kubu Raya akan mendukung upaya penelitian dan pengembangan program lingkungan yang sedang dijalankan oleh WWF-Indonesia. "Kesinambungan antara upaya konservasi kawasan maupun spesies dari aspek ekologi dan kehidupan masyarakat dari aspek sosial dan ekonomi menjadi tonggak utama keberlangsungan ekosistem suatu wilayah yang dapat dicapai melalui dukungan serta kerjasama para pihak yang selama ini sudah berjalan baik di Kubu Raya," kata Albertus.
Pewarta: Andilala
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016
Tags: