Baghdad/Bartella, Irak (ANTARA News) - Pasukan Irak yang didukung Amerika Serikat pada Rabu (2/11) bergerak mendekati satu kota di selatan Mosul yang menurut kelompok-kelompok bantuan dan pejabat regional merupakan tempat ISIS mengeksekusi puluhan tawanan.

Menurut pernyataan militer, pasukan keamanan maju ke tepi Hammam al-Alil setelah satu unit elit menerobos batas timur Mosul, kota besar yang menjadi kubu pertahanan terakhir kelompok garis keras itu di Irak.

Pertempuran itu bermula 17 Oktober dengan dukungan darat dan udara dari koalisi pimpinan Amerika Serikat.

Mosul masih dihuni 1,5 juta orang, jauh lebih banyak ketimbang kota-kota lain di Irak dan Suriah yang dua tahun lalu direbut ISIS.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengutip laporan-laporan pada Selasa bahwa ISIS, yang juga dikenal dengan nama ISIL, berusaha menggunakan Hammam al-Alil yang diperkirakan berpenduduk 25.000 sebagai perisai manusia dan perlindungan terhadap serangan udara dan artileri.

"Kami punya keprihatinan serius mengenai keselamatan wilayah ini dan puluhan ribu warga sipil lain yang dilaporkan dipaksa pindah oleh ISIL dalam dua pekan terakhir," kata juru bicara hak asasi manusia PBB Ravina Shamdasani.

Kota yang berada sekitar 15 kilometer selatan Mosul itu penduduknya sebelum perang 65.000 menurut pejabat lokal.

Organisasi-organisasi bantuan, pejabat lokal dan warga Mosul mengutip laporan bahwa ISIS mengeksekusi puluhan orang di Hammam al-Alil.

Abdul Rahman al-Waggaa, seorang anggota dewan provinsi Nineveh, mengatakan kepada kantor berita Reuters pekan lalu bahwa kebanyakan korban adalah bekas polisi dan tentara.

Orang-orang itu ditembak mati, kata dia mengutip pengakuan warga desa dan pengungsi dari area itu.

Pasukan keamanan maju ke utara di tepi barat Sungai Tigris, merebut kembali lima desa pada Rabu, yang terdekat hanya lima kilometer dari Hammam al-Alil menurut pernyataan militer.

Di seberang sungai tempat pasukan berada, ada reruntuhan kota kuno Assyria, Nimrud, yang menurut pemerintah Irak sudah dibuldoser tahun lalu sebagai bagian dari kampanye ISIS untuk menghancurkan simbol-simbol yang dianggap menyebabkan kemusyrikan menurut warta kantor berita Reuters.