Cikeas, Bogor (ANTARA News) - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono meminta seluruh pihak tidak mencurigai pertemuan politik yang dilakukan orang atau kelompok di luar kekuasaan.

Hal itu disampaikan SBY menyangkut rencana unjuk rasa 4 November 2016 di Jakarta oleh sejumlah kelompok organisasi massa yang menuntut Basuki Tjahaja Purnama diproses secara hukum lantaran pernyataannya yang mengutip sebuah ayat dalam kitab suci Alquran.

"Jangan kalau ada pertemuan politik yang di luar kekuasaan lantas dicurigai," ujar SBY dalam konferensi pers di kediamannya di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Rabu.

Presiden keenam RI itu menjelaskan sepekan terakhir situasi politik di negeri ini menghangat, bukan hanya di Jakarta tapi juga di seluruh tanah air.

Dia menyatakan masyarakat telah sama-sama menyaksikan pada beberapa hari belakangan ini banyak pertemuan politik dilakukan, misalnya antara Presiden Joko Widodo dengan Prabowo Subianto, lalu SBY sendiri dengan Wapres Jusuf Kalla dan dengan Menko Polhukam Wiranto.

"Dan banyak lagi pertemuan politik, termasuk statement yang dikeluarkan para tokoh politik," ujar SBY.

Dia menekankan intelijen harus akurat dalam menyikapi setiap situasi termasuk pertemuan politik. Intelijen tidak boleh menjadi "ngawur" dan main tuduh.

Menurut SBY, banyak seruan agar unjuk rasa boleh dilakukan asalkan tidak anarkistis. Dia mengaku setuju dengan seruan seperti itu.

Bagi SBY, unjuk rasa pada era demokrasi adalah unjuk rasa damai dan tidak anarkistis.

Dia mengatakan pada 10 tahun era kepemimpinannya juga banyak unjuk rasa, tetapi pemerintahan tidak jatuh, bahkan ekonomi tetap tumbuh dan pemerintah tetap bisa bekerja.

"Saya tidak alergi dengan unjuk rasa, saya telah buktikan selama 10 tahun," jelas dia.

Namun demikian SBY menegaskan di jamannya, intelijen tidak mudah melaporkan sesuatu yang tidak akurat. Dia sebagai pemimpin juga tidak mudah menuduh dan mencurigai ada orang-orang besar yang mendanai unjuk rasa.

"Kalau dikaitkan situasi sekarang, jika ada analisis intelijen seperti itu (menuduh) saya kira berbahaya. Berbahaya menuduh seseorang atau kalangan atau partai politik melakukan seperti itu (mendanai unjuk rasa). Itu fitnah, i tell you fitnah lebih kejam dari pembunuhan dan sekaligus itu penghinaan," kata SBY.

Dia mengingatkan peristiwa Arab Spring saja tidak ada yang mengomandoi. Semua terjadi karena perkembangan teknologi dan media sosial yang viral.

SBY kemudian memberikan pandangannya terkait rencana unjuk rasa 4 November 2016. Dia menyarankan seluruh pihak menyerahkannya kepada penegak hukum.

"Mari bertanya sebenarnya apa masalah yang kita hadapi ini, dan kenapa di seluruh tanah air rakyat melakukan protes dan unjuk rasa. Tidak mungkin tidak ada sebab, maka mari lihat dari sebab-akibat," ujar dia.

Menurut SBY, tidak mungkin rakyat akan melakukan unjuk rasa untuk bersenang-senang atau berjalan-jalan ke Jakarta, melainkan pasti karena ada tuntutan yang tidak didengarkan.

"Kalau tuntutan rakyat sama sekali tidak didengar, sampai lebaran kuda tetap ada unjuk rasa. Mari bikin mudah urusan ini, jangan dipersulit. Mari kembali ke kuliah manajemen dan metode pemecahan persoalan, itu kuliah semester satu manajemen kepemimpinan," ujarnya.

Dia mengatakan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dianggap menistakan agama, dan penistaan agama itu secara hukum tidak boleh dan dilarang.

Di Indonesia sudah ada yurisprudensi serta preseden yang menyebut urusan semacam ini dan yang bersalah sudah diberikan sanksi.

"Jadi kalau ingin negara tidak terbakar amarah penuntut keadilan Pak Ahok ya mesti diproses secara hukum. Jangan sampai beliau dianggap kebal hukum. Penegakan hukum juga harus transparan dan adil, jangan direkayasa. Jika proses penegakan hukum berjalan benar, adil, transparan dan tidak direkayasa, rakyat juga harus terima apa pun hasilnya," jelas SBY.

Menurut SBY semua persoalan terkait persoalan pernyataan Ahok, harus diserahkan ke penegak hukum, dan kini bola ada di penegak hukum.

SBY juga mencermati ada anggapan bahwa proses hukum bernuansa politis lantaran Ahok ki i tengah berstatus sebagai calon gubernur petahana. Bagi SBY proses hukum tidak akan mengganggu status Ahok sebagai calon gubernur yang memiliki hak berkampanye.

Dia secara pribadi berpendapat, apa pun yang terjadi berkaitan proses hukum, Pilgub DKI tetap harus diikuti tiga pasangan calon yang sudah ditetapkan KPU DKI Jakarta. Ketiganya harus diberikan kesempatan yang sama untuk mengikuti kampanye.

"Biarkan ketiganya berkompetisi secara adil dan demokratis," ujar SBY.