Yogyakarta (ANTARA News) Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak ingin menjadikan sesuatu yang biasa dilakukan menjadi suatu hal yang sakral dalam menjalankan birokrasi pemerintahan.

"Presiden ingin memperlakukan birokrasi dengan tidak mensakralkan apa yang biasa dilakukan," ujarnya saat memberikan sambutan dalam acara Launching dan Bedah Buku "Memimpin Perubahan di Birokrasi Pemerintahan: Catatan Kritis Seorang Akademisi", di Kampus Manajemen dan Administrasi Publik (MAP) Universitas Gadjah Mada (UGM), di Yogyakarta, Sabtu.

Ia mengatakan, bagi Presiden Jokowi sesuatu yang tidak penting, tidak perlu disakralkan, karena akan mengganggu kultur inovasi yang sedang dibangun pemerintah saat ini.

Sebagai contoh, menurut dia, sidang kabinet yang kerap dilakukan di berbagai lokasi dan tempat bertujuan untuk tidak mensakralkan apa yang sudah biasa dilakukan, baik dengan tempat dan lokasi sidang kabinet.

"Artinya, bagi Presiden tidak penting-penting amat untuk mensakralkan apa yang sudah biasa dilakukan. Misalnya, kalau sidang kabinet harus di sini atau di sana, harus dengan kondisi seperti ini. Karena itulah yang mengganggu kultur inovasi," ujar Pratikno.

Bagi Presiden Jokowi, menurut dia, untuk melakukan sebuah perubahan, maka setiap orang dapat memulainya secara nyata dengan hal-hal yang sangat kecil.

"Bahwa kita bisa memulai hal-hal yang sangat kecil, tapi itu bisa memperbaiki paradigma kita tentang suatu birokrasi. Tidak semata harus dengan mensakralkan suatu kebiasaan," katanya.

Intinya, Pratikno menambahkan, Presiden Jokowi melakukan debirokratisasi dalam upaya mendekatkan diri dengan masyarakat dalam memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat.