Tokyo (ANTARA News) - Jika kita diberikan kesempatan untuk kembali ke masa lalu dan memperbaiki banyak hal dalam hidup, mungkinkah itu akan mengubah masa depan menjadi lebih baik?

Di dunia yang diciptakan oleh Mamoru Hosoda lewat film animenya "The Girl Who Leapt Through Time" (2006), seorang siswa SMA bernama Mamoko punya kemampuan untuk kembali ke masa lalu.

Ia berusaha membuat semuanya lebih baik seperti yang diharapkan dengan "mencuri waktu". Hanya saja, meski Mamoko berulang kali kembali ke masa lalu, ia tetap tidak mendapatkan apa yang diinginkannya di masa depan. Sebab, masa depan adalah misteri.

Namun, pesan yang ingin disampaikan Hosoda lewat "The Girl Who Leapt Through Time" (2006), bukan hanya itu. Saat sesi dialog serta tanya jawab usai penayangan filmnya tersebut di Toho Cinema Roppongi, Sabtu siang, Hosoda mengatakan bahwa masa lalu lah yang membentuk kita di masa kini.

Di kehidupan nyata, manusia tidak bisa memutar balik waktu karena dia terus berjalan dan tidak menanti siapa pun. Yang bisa dilakukan manusia adalah berubah menjadi lebih baik dengan belajar dari masa lalu.

"Karakter utama dalam film 'The Girl Who Leapt Through Time', Mamoko, ia berubah. Hatinya berubah," katanya seperti disadur oleh penerjemah.

Melalui karya-karyanya yang lain, seperti "The Boy and the Beast" (2015) dan "Wolf Children" (2012), ia mengajak para penonton untuk masuk ke dunia buatannya, yang diwarnai dengan tawa dan tangis, pertemuan dan perpisahan, juga keteguhan hati untuk terus melangkah menyambut masa depan.

Hosoda sangat ahli mengangkat tema-tema tentang romansa dan keluarga, melalui penggambarannya yang menyentuh hati.

Pada film "The Boy and the Beast" yang terkenal hingga mancanegara, Hosoda mengangkat kisah tentang seorang anak manusia, Kyuta, yang menjadi murid dari monster bernama Kumatetsu.

Kyuta jatuh dalam kesedihan ketika ibunya meninggal, sementara ayahnya pergi entah kemana. Nasib mempertemukannya dengan Kumatetsu dan memutuskan untuk mengikutinya ke dunia monster.

Dalam film itu ia berbicara soal pengorbanan, jalinan kasih sayang, dan kebesaran hati untuk memaafkan.

"Anda tidak bisa berbohong saat membuat film. Apa yang anda rasakan akan terlihat dalam film itu," ujarnya.

Festival film

Menandai perayaan 20 tahun ia berkarya, Festival Film Internasional Tokyo ke-29, memberikan segmen khusus untuk sang sutradara kenamaan film anime tersebut lewat program "The World of Mamoru Hosoda".

Hosoda mengaku tak menyangka bahwa film-filmnya akan kembali tayang di bioskop TIFF dan ditonton oleh banyak orang. Untuk "The Girl Who Leapt Through Time", misalnya, ia tidak mengira bahwa film yang dibuatnya 10 tahun lalu itu mendapat banyak perhatian dari para penonton.

"Setelah 10 tahun, saya tidak menyangka akan ada banyak yang menyaksikannya...Saya sangat beryukur," ujarnya.

Terlahir pada 1967, Mamoru Hosoda memulai karirnya sebagai animator di Toei Animation. Setelah meninggalkan Toei, ia menyutradarai "The Girl Who Leapt Through Time" dan "Summer Wars". Kedua film itu membuat namanya mendunia.

Ia lalu mendirikan studio animasi The Studio Chizu pada 2011.

"Wolf Children" mencetak hit di seluruh dunia, dan film terbarunya "The Boy and The Beast" mendapat rating 7,7 di laman IMDb.com, serta meraih angka penonton hampir 5 juta, hanya di Jepang saja.

Tidak hanya sukses secara komersial, film-film Hosoda juga menuai pujian dari para kritikus.