Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) membahas penanganan terorisme di Tanah Air.

"Beliau minta update masalah perkembangan teorisme seperti apa, kami sampaikan bahwa selain hard approach, penindakan juga secara terukur, termasuk pemberitaannya," kata Kepala BNPT Suhardi Alius di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat.

Ia menyebutkan penanganan kasus terorisme juga mengedepankan soft approach seperti pelibatan mantan komandan jihad yang sudah baik untuk memberikan program deradikalisasi dan pencerahan yang dinilai akan lebih efektif.

Suhardi juga menyebutkan anak anak dari mereka yang terlibat radikalisme agar tidak dimarjinalkan karena kalau dimarjinalkan akan lebih militan dari orang tuanya.

"Beliau setuju sekali, jadi kementerian terkait diharapkan menggarap aspek di hulu," katanya.

Ia menyebutkan selama ini penanganan terorisme selalu di hilir sehingga harus dimulai penanganan dari hulunya.

"Sekarang kita kemas, sudah ada 17 kementerian/lembaga yang di bawah koordinasi kami dan aksesnya langsung ke menteri masing-masing dan itu sudah dilaporkan ke Presiden," katanya.

Presiden, katanya, mengapresiasi dan mendukung.

Sementara itu mengenai antisipasi tindak teror akhir tahun, Suhardi mengatakan pihaknya tidak pernah berhenti melakukan langkah antisipasi.

"Tidak cuma akhir tahun, sepanjang tahun kita bekerja terus. termasuk sekarang yang paling in adalah masalah dunia maya," katanya.

Ia meminta media massa aktif memberi masukan kepada BNPT. "Ini termasuk yang tadi kita bahas dengan Presiden bagaimana peran media untuk bisa memberikan pemberitaan yang proporsional supaya bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat dan agar tidak meng-create sel-sel baru radikalisme dan terorisme," katanya.

Suhardi menyebutkan pihaknya memiliki tim cyber yang terus mengikuti perkembangan yang terjadi.

"Kita mengikuti semua, kita survelaince di dunia maya bagaimana situs radikal bergerak. contohnya sekarang bagaimana terdesaknya (ISIS) di Mosul tentunya ada konsekuensi-konsekuensinya, mungkin terdesak," katanya.

Ia mengkhawatirkan ketika nanti pendukung utamanya kembali ke negara masing-masing. "Itu termasuk yang kita bicarakan dengan Bapak Presiden," kata Suhardi.