Jakarta (ANTARA News) - Delegasi Republik Indonesia akan menyoroti peta jalan mekanisme finansial untuk upaya penurunan emisi gas rumah kaca periode 2020-2030 dalam konferensi para pihak mengenai perubahan iklim (Conference of Parties/COP) ke-22 di Marakesh, Maroko, 7-18 November 2016.

"Indonesia ingin mencapai kejelasan road map (peta jalan) dari sisi finansial. Yang jelas tidak selesai di Marakesh karena baru akan mulai negosiasi, dan kalau kita menggunakan time frame (kerangka waktu) 2018 berarti kita akan masih bekerja di Marakesh, kemudian sesi berikutnya di COP 23," kata Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nur Masripatin di Jakarta, Kamis.

Indonesia, ia menjelaskan, ingin ikut menyusun peta jalan mengenai pendanaan upaya pengurangan emisi gas rumah kaca

Menurut dia, konferensi iklim di Marakesh akan membahas bagaimana negara maju menyiapkan pendanaan, teknologi dan peningkatan kapasitas guna memastikan komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca negara-negara berkembang dapat dijalankan.

"Sebagian besar dari 70 negara para pihak yang hadir dalam pertemuan pra-COP di Marakesh beberapa waktu lalu sudah menyepakati bahwa perundingan harus keluar dari traditional negotiation approach yang ngotot mempertahankan posisi, tetapi justru masing-masing mencari solusi membuat aturan main yang bisa diterapkan semua negara, dari mulai negara maju hingga negara berkembang," ujar dia .

Ia mengatakan Inggris Raya dan Australia akan membuat peta jalan pendanaan iklim yang akan dibahas dalam perundingan di Marakesh nanti. Negara-negara lain juga akan menyampaikan pemikiran mengenai pendanaan iklim.

Menurut Kesepakatan Paris, ia menjelaskan, pendanaan REDD+ harus dilakukan dengan aturan main, dan bahwa itu mesti sesuai dengan mekanisme pasar dan non-pasar.

Artinya pendanaan tidak hanya melibatkan pemerintah tetapi juga dukungan swasta, ujar dia.

Ia menekankan bahwa negara berkembang menginginkan peta jalan yang jelas mengenai bagaimana dana 100 miliar dolar AS yang dijanjikan pada COP 21 di Paris akhir tahun 2015 benar-benar disediakan negara maju.

"Kalau sumbernya sudah disepakati dari mana saja, maka mekanisme itu yang akan dinegosiasikan," katanya.

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Kesepakatan Parisdengan memasukkannya ke dalam Undang-undang sehingga memiliki hak suara dalam CMA, yang merupakan badan pengambil keputusan tertinggi bagi negara-negara yang terlibat dalam Kesepakatan Paris, yang akan bersidang untuk pertama kalinya di COP 22.