Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi XI DPR, Dradjad H. Wibowo, menyatakan hingga saat ini pihaknya belum pernah diajak oleh pemerintah untuk membahas anggaran penanggulangan kemiskinan yang berasal dari pinjaman luar negeri. "Komisi XI DPR belum diajak membahas anggaran kemiskinan yang dari utang luar negeri," kata Dradjad di Jakarta, Senin. Ia menilai, pemerintah (Departemen Keuangan dan Bappenas) biasanya sangat tertutup dalam membahas masalah utang luar negeri. Biasanya yang disampaikan ke Komisi XI DPR hanya jumlah agregatnya. "Malah pernah Depkeu hanya menyerahkan 1 halaman saja yang berisi nama proyek, besarnya utang dan kementerian/lembaga yang menangani. Bayangkan, hanya satu halaman penjelasan untuk utang senilai 1 milyar dolar AS lebih, dan Komisi XI DPR diminta menyetujui," katanya. Ia menyatakan, dirinya selaku anggota Komisi XI DPR tidak tahu-menahu mengenai proyek pengentasan kemiskinan yang dibiayai dengan utang luar negeri. "Itu adalah suatu tragedi kalau proyek kemiskinan dibiayai dari utang. Itu cerminan sikap pemerintah, kabinet dan birokrat yang kecanduan utang, padahal dana dalam negeri masih ada seperti dari royalti migas yang mustinya lebih besar dan dana BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang belum lunas tapi konglomeratnya sudah diberi surat keterangan lunas. Dana-dana tersebut harus dikejar lagi sehingga tidak perlu utang untuk penanggulangan kemiskinan," katanya. Sebelumnya, Bappenas mengungkapkan, sekitar 60 persen anggaran kemiskinan 2008 yang ditargetkan mencapai Rp80 triliun berasal dari pinjaman luar negeri dan sisanya berasal dari APBN. "Itu dari pinjaman proyek yang komitmennya dibuat 2-3 tahun lalu dari Bank Dunia dan JBIC (Japan Bank for International Cooperation, red)," kata Sekretaris Utama Bappenas, Syahrial Loetan. Dia menambahkan pinjaman itu sendiri akan berakhir pada sekitar dua tahun lagi, yaitu pada 2009. "Pinjaman luar negeri bisa saja sama seperti tahun-tahun kemarin baru ter-`disbursed` (tersalurkan) kecil. Di tahun ini kita ingin genjot lebih banyak," tambahnya. Dia menjelaskan, alokasi terbesar untuk pinjaman luar negeri itu adalah untuk Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), sedangkan untuk program Program Keluarga Harapan (PKH) akan dioptimalkan pembiayaan APBN. "Kenaikannya cukup signifikan karena kenaikan jumlah kecamatan penerima yang cukup besar," katanya saat menjelaskan alasan kenaikan anggaran kemiskinan dari Rp51 triliun pada 2007 menjadi sekitar Rp80 triliun," katanya. Jumlah kecamatan penerima PNPM pada 2008 adalah sekitar 3.800 kelurahan, jauh lebih tinggi dari target 2000 kecamatan pada 2007. (*)