Medan (ANTARA News) - Jaksa Penuntut Umum perlu menuntut hukuman berat terhadap para pelaku tindak pidana kejahatan satwa liar berdasarkan fakta hukum perbuatan materil yang terungkap di dalam persidangan.

"Menghindari adanya intervensi dari pihak manapun dalam penanganan perkara mulai tahap prapenuntutan, penuntutan dan eksekusi," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung, Noor Rohmat dalam sambutannya yang dibacakan Kajati Sumut, Bambang Sugeng Rukmono di Medan, Selasa.

Hal tersebut dikatakan Jampidum pada kegiatan "House Training" Penanganan Perkara Tindak Pidana Kejahatan Perdagangan Satwa Dilindungi.

Jampidum mengatakan, perdagangan satwa liar membuat semakin menurun serta merosotnya populasi hewan yang dilindungi di Indonesia, dan akan mengurangi keanekaragaman hayati terbesar di dunia.

"Jika hal ini tetap berlangsung terus menerus, maka bukan tidak mungkin satwa yang dilindungi itu akan punah selamanya," ucap Rochmad.

Ia menyebutkan, sudah saatnya berbagai tindak pidana terkait keanekaragaman hayati harus ditangani dengan sangat serius dan sungguh-sungguh melalui penegakan hukum yang konsisten, profesionalisme dan proposional.

"Pada saat ini terdapat cara pandang yang berkembang dalam penuntutan terkait dengan keanekaragaman hayati, dengan tidak hanya pelakunya dikenakan Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem," ujarnya.

Jampidum mengatakan, sebisa mungkin dapat diterapkan UU lain, dikarenakan kejahatan ini berkembang menjadi kejahatan dengan motif finansial yang sangat luar biasa dan terorganisir.

Kerugian yang timbul sangat besar sehingga menjadi perhatian nasional bahkan internasional. Dan sangat diperlukan sekali penegakan hukum yang peduli terhadap keanegaragaman hayati di Indonesia.

"Juga diperlukan upaya peningkatan kualitas fungsi penuntutan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri," kata mantan Kajati Sumut itu.