Kendari (ANTARA News) - Peneliti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Laode Abdul Wahab menyatakan koordinasi antarlembaga harus ditingkatkan guna mengansitipasi gerakan radikalisasi di Indonesia.

"Perlu duduk bersama mencari solusi terhadap ancaman radikalisme yang cukup menyita perhatian pada beberapa wilayah di Indonesia," kata Laode saat menjadi pembicara pada forum diskusi masyarakat bertemakan antisipasi radikalisasi dan anti Pancasila di Markas Polres Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa.

Laode menyebutkan seluruh unsur stakeholder termasuk pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh agama, kepolisian, TNI, pelajar dan mahasiswa harus terlibat mengantisipasi gerakan radikal yang sudah masuk tahap "mengkhawatirkan".

Terkait potensi gerakan radikal di Kota Kendari, Laode menuturkan pemangku kepentingan wajib meningkatkan koordinasi setiap saat agar menghentikan ancaman tersebut.

Saat ini, menurut Laode penyebaran jaringan teroris berpotensi masuk ke wilayah Kendari pada tingkat tertentu karena berbatasan dengan Poso Sulawesi Tengah yang menjadi basis jaringan teroris Santoso.

Laode mengingatkan kepolisian agar mewaspadai dan meningkatkan pengamanan pada wilayah perbatasan Sulawesi Tenggara dengan Sulawesi Tengah.

Selain itu, pria yang berprofesi sebagai dosen itu meminta para tokoh maupun ahli pendidikan mendalami keberadaan kurikulum tersembunyi yang dimanfaatkan penganut paham radikal untuk menyebarkan aliran menyesatkan.

"Mereka tidak masuk kurikulum formal di sekolah misalkan rekrutmen guru tanpa seleksi ketat dan SOP dengan lebih banyak menyusupkan ideologinya," ungkap Laode.

Para penganut gerakan radikal itu menyusupkan ideologi paham yang menyesatkan dengan memanfaatkan kelengahan pengawasan dari pemerintah maupun masyarakat.

Ketua Bidang Riset Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Provinsi Sultra itu juga menganalisa gerakan radikal kerap menggunakan instrumen agama seperti tempat ibadah untuk menyebarkan inkubator jihad.

"Mereka memanfaatkan waktu 24 jam menjadikan rumah ibadah untuk mendoktrin generasi muda khususnya mahasiswa," ucap Laode.

Laode menambahkan upaya yang dilakukan stakeholder cukup maksimal namun perlu peningkatan koordinasi misalkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bekerja sama dengan aparat kepolisian dan pemerintah daerah saling bertukar informasi potensi ancaman aliran radikal.