PEPARNAS - Para Srikandi Jawa Barat pencuri emas
18 Oktober 2016 02:11 WIB
Nur Fatimah,pejudo asal Jawa Bara sukses merebut emas untuk kategori 45 kilogram di Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XV/2016 Jawa Barat, Senin (17/10). (ANTARA News/ Lia Wanadriani Santosa)
Bandung (ANTARA News) - Pada hari kedua Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XV/2016, dua dari beberapa medali emas jatuh ke tangan srikandi asal Jawa Barat, Dede Siti Syaadah dan Nur Fatimah.
Dede sukses pada bowling kategori single setelah mengalahkan sembilan pesaingnya pada pertandingan yang digelar Minggu (17/10) di Siliwangi Bowling Centre, Bandung. Dua di antaranya adalah para arjuna yang juga berasal dari Jawa Barat, Dwi Widhiantoro dan Irfan Arimansyah.
Fatimah meraih emas pertamanya dari judo kategori 45 kg putri yang digelar Senin di GOR Padjajaran, Bandung, setelah menaklukkan pejudo Riau S. Haryati lewat pertarungan sengit.
Baik Dede maupun Fatimah baru kali pertama bertanding di Peparnas.
Dede, sebelumnya adalah atlet tenis meja dan goalball, sementara Fatimah baru menekuni judo setahun lalu.
"Dulu, saya sempat di tenis meja, goalball, sebenarnya perbolaan semua. Karena saya lihat prospek juga, kalau untuk tunanetra mudah-mudahan meskipun pendatang baru di bowling tetapi bisa meraih kesuksesan," ujar Dede kepada ANTARA News sesuai pertandingan.
Selama pertandingan, Dede mengaku khawatir mengingat pesaingnya memiliki kemampuan yang relatif baik, namun asanya bangkit mengingat keluarganya menanti di rumah, menanti emas dari pertandingan kali ini.
"Mereka bagus-bagus mainnya. Saya ingat, saya kan sudah punya anak, suami, jadi keberhasilan saya ditunggu mereka. Jadi saya bangkit lagi," tutur perempuan asal Purwarkarta itu.
Dia juga ingat, perjalanan panjang yang harus ditempuhnya untuk sekadar berlatih bowling dari Purwakarta ke Bandung.
"Perjuangan panjang. Saya kan orang Purwakarta, sebelum ke NPC saya bolak-balik dari Purwakarta ke Bandung. Jam 6 pagi saya ke Bandung, jam 6 sore sampai lagi di Purwakarta," kata dia.
Menurut Dede, bowling membutuhkan gerakan tangan dan langkah yang lurus. Karena memiliki keterbatasan di indera penglihatan, dia harus mengandalkan perasaan.
"Tangan sama langkah harus lurus. Main feeling sih. Kan enggak bisa kelihatan, jadi harus pakai feeling saja. Pokoknya latihan sekitar dua jam. Intinya harus optimistis. Setiap orang ingin dapat yang pertama, saya pasrah saja. Ketika saya dapat medali, saya bersyukur," ujar Dede.
Sementara itu, Nur Fatimah harus mengakui lawannya memiliki fisik dan kekuatan lebih bagus darinya, kendati dari segi teknik masih kurang mumpuni.
"Lebih berat, power-nya lebih bagus. Fisiknya bagus. Karena emang rezeki saya sehingga bisa dapat medali emas. Pas dia tadi nunduk, saya juga lebih dari patokan dari pelatih. Menenangkan diri," kata Fatimah.
Pelatih Judo Jawa Barat Budi Hidayat mengatakan, di antara anak-anak asuhnya, Fatimah tergolong bermental baja dan pekerja keras, sekaligus cengeng.
"Suka menangis, tetapi kuat mental. Sakit tetapi masih sanggup melakukan latihan yang disuruh pelatih. Sudah menangis, dia berdiri lagi. Bawaan dia memang agresif. Dia menonjol," kata Budi.
Detik-detik Fatimah rebut emas
Dede sukses pada bowling kategori single setelah mengalahkan sembilan pesaingnya pada pertandingan yang digelar Minggu (17/10) di Siliwangi Bowling Centre, Bandung. Dua di antaranya adalah para arjuna yang juga berasal dari Jawa Barat, Dwi Widhiantoro dan Irfan Arimansyah.
Fatimah meraih emas pertamanya dari judo kategori 45 kg putri yang digelar Senin di GOR Padjajaran, Bandung, setelah menaklukkan pejudo Riau S. Haryati lewat pertarungan sengit.
Baik Dede maupun Fatimah baru kali pertama bertanding di Peparnas.
Dede, sebelumnya adalah atlet tenis meja dan goalball, sementara Fatimah baru menekuni judo setahun lalu.
"Dulu, saya sempat di tenis meja, goalball, sebenarnya perbolaan semua. Karena saya lihat prospek juga, kalau untuk tunanetra mudah-mudahan meskipun pendatang baru di bowling tetapi bisa meraih kesuksesan," ujar Dede kepada ANTARA News sesuai pertandingan.
Selama pertandingan, Dede mengaku khawatir mengingat pesaingnya memiliki kemampuan yang relatif baik, namun asanya bangkit mengingat keluarganya menanti di rumah, menanti emas dari pertandingan kali ini.
"Mereka bagus-bagus mainnya. Saya ingat, saya kan sudah punya anak, suami, jadi keberhasilan saya ditunggu mereka. Jadi saya bangkit lagi," tutur perempuan asal Purwarkarta itu.
Dia juga ingat, perjalanan panjang yang harus ditempuhnya untuk sekadar berlatih bowling dari Purwakarta ke Bandung.
"Perjuangan panjang. Saya kan orang Purwakarta, sebelum ke NPC saya bolak-balik dari Purwakarta ke Bandung. Jam 6 pagi saya ke Bandung, jam 6 sore sampai lagi di Purwakarta," kata dia.
Menurut Dede, bowling membutuhkan gerakan tangan dan langkah yang lurus. Karena memiliki keterbatasan di indera penglihatan, dia harus mengandalkan perasaan.
"Tangan sama langkah harus lurus. Main feeling sih. Kan enggak bisa kelihatan, jadi harus pakai feeling saja. Pokoknya latihan sekitar dua jam. Intinya harus optimistis. Setiap orang ingin dapat yang pertama, saya pasrah saja. Ketika saya dapat medali, saya bersyukur," ujar Dede.
Sementara itu, Nur Fatimah harus mengakui lawannya memiliki fisik dan kekuatan lebih bagus darinya, kendati dari segi teknik masih kurang mumpuni.
"Lebih berat, power-nya lebih bagus. Fisiknya bagus. Karena emang rezeki saya sehingga bisa dapat medali emas. Pas dia tadi nunduk, saya juga lebih dari patokan dari pelatih. Menenangkan diri," kata Fatimah.
Pelatih Judo Jawa Barat Budi Hidayat mengatakan, di antara anak-anak asuhnya, Fatimah tergolong bermental baja dan pekerja keras, sekaligus cengeng.
"Suka menangis, tetapi kuat mental. Sakit tetapi masih sanggup melakukan latihan yang disuruh pelatih. Sudah menangis, dia berdiri lagi. Bawaan dia memang agresif. Dia menonjol," kata Budi.
Detik-detik Fatimah rebut emas
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016
Tags: