Jakarta (ANTARA News) - Pengamat komunikasi dari Universitas Indonesia Ade Armando memandang penggunaan isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) kerap dilakukan dalam dunia politik lantaran ketidakmampuan seseorang dalam menghadapi lawan politik.
"Isu SARA digunakan karena apabila masuk ke isu substantif mereka sulit mengalahkan lawannya," ujar Ade Armando dalam diskusi bertema "Manuver Isu SARA vs Politik Akal Sehat" yang diselenggarakan lembaga penelitian Para Syndicate, di Jakarta, Jumat.
Ade menyampaikan dugaan pengunaan isu SARA pernah terjadi di kontestasi pemilihan presiden 2014 silam. Kala itu salah satu kandidat yakni Joko Widodo yang sudah unggul berdasarkan "polling", diserang isu SARA terkait ideologi komunisme dan lain sebagainya.
Akibatnya hasil polling mampu bergeser sedikit. Namun kata Ade, Tuhan tetap berkehendak Joko Widodo menjadi presiden.
Kini, menurut Ade, ujian terkait isu SARA kembali terjadi pada kasus calon petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Ahok dituding melecehkan kitab suci Al Quran dengan menyebut surat Al Maidah ayat 51 adalah bohong.
Belakangan pimpinan Majelis Ulama Indonesia juga menyatakan Ahok telah melecehkan kitab suci Al Quran.
Ade memandang isu SARA telah menyebabkan pergeseran polling elektabilitas kandidat Pilgub DKI Jakarta 2017.
"Kita masih ingat betul, dua bulan lalu hasil polling menyebutkan hanya sosok ibu Risma (Wali Kota Surabaya) yang mampu menyaingi Ahok. Sekarang setelah ada isu SARA, polling menyebutkan peluang Pilkada DKI dua putaran meskipun tidak ada nama Risma dalam Pilkada DKI Jakarta," tutur Ade.
Ade menilai pergeseran polling itu lantaran digunakannya isu agama oleh pihak-pihak yang tidak mampu beradu gagasan.
Kenyataan tersebut menurut dia, bertambah pelik ketika segelintir pimpinan MUI turut menyatakan Ahok melecehkan kitab suci Al Quran.
"Padahal itu hanya komentar sejumlah pimpinan MUI. Kalau kita tantang, berani tidak MUI mengeluarkan fatwa yang menyatakan umat Islam dilarang memilih pemimpin nonmuslim, pasti tidak berani, karena para ulama tidak bersepakat tentang itu," jelas Ade.
Budayawan Romo Benny menyebut penggunaan isu SARA adalah penghinaan terhadap rasionalisme publik. Romo Benny mengajak seluruh pihak baik kandidat maupun tim sukses dan relawan politik mengedepankan adu gagasan dalam setiap kontestasi politik.
"Kalau elite masih menggunakan SARA, artinya dia menghina rasionalisme. Maka mari, adu gagasan, karena politik adalah sarana menawarkan alternatif," jelas Romo Benny.
Penggunaan isu SARA wujud ketidakmampuan hadapi lawan politik
14 Oktober 2016 17:24 WIB
Romo Benny Susetyo dan anggota Kelompok Koalisi Masyarakat Sipil Ray Rangkuti (kiri)saat memberikan kepada wartawan di Gedung KPK Jakarta, Senin (3/11). (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016
Tags: