Jakarta (ANTARA News) - Sordame Purba, salah satu anggota tim kuasa hukum Jessica, terdakwa dalam kasus tewasnya Wayan Mirna Salihin, menyebut bahwa ahli psikologi Dewi Taviana Walida Haroen lebih valid dibandingkan ahli hukum yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum, Antonia Ratih Handayani.

"Bahwa pada dasarnya saksi ahli dihadirkan sebagai second opinion yang membantu hakim untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki, tentu saja hal ini berimplikasi bahwa saksi ahli bisa saja tau bahkan sebaiknya orang yang tidak terlibat dalam pemeriksaan," kata dia dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis.

"Dalam hal ini ahli antonia ratih berpendapat berdasarkan alat yang sama yaitu laporan pemeriksaan dari tim pskikologi dan CCTV, namun ada beberapa hal yang serius yang dilakukan Antonia," lanjut dia.

Berikut tiga alasan Sordame menyebut ahli psikologi Dewi lebih baik dari ahli psikologi Antonia.

1. Ahli psikologi Antonia dinilai sama sekali tidak menganggap penting data-data pendukung yang diperlukan namun berani mengambil kesimpulan.

"Hal ini jelas melanggar prinsip kehati-hatian dalam pemeriksaan psikologis karena adedium dari pemeriksaan psikologis adalah kesalahan diagnosa akan mengakibatkan trauma seumur hidup orang yang diperiksa," ujar Sordame.

2. Sordame melihat adanya perbedaan yang signifikan antara pengamatan atau obeservasi pada assesment psikologis dengan pengamatan suatu peristiwa melalui cctv.

"Pengamatan pada assesement psikologis harus, selain berstruktur, juga tuntas dan tanpa distorsi, begitupun walau perilakunya tuntas, para observer kemudian mengkonfirmasikan pengamatannya satu sama lain baru kemudian menarik kesimpulan tentang perilaku apa sebenarnya muncul," kata Sordame.

"Alangkah naive-nya bila ahli psikologis menarik kesimpulan dari pengamatan yang tidak tuntas, seperti pengamatan dari ahli psikologi Dewi, ahli psikologi mana pun di dunia ini akan tidak berani menyimpulkan denganhanya dugaan dari perilaku yang tidak menyeluruh diamati," sambung dia.

3. Sebagaimana keterangan ahli psikologi Dewi, menurut Sordame, tidak mungkin ahli psikologi menarik kesimpulan bahwa seseorang berperilaku lazim atau tidak lazim dengan mengabaikan kebiasaan seseorang, belum lagi banyak hal perilaku yang dipengaruhi budaya dan kebiasaan di mana seseorang biasa tinggal.

"Kita tidak mungkin bisa men-judge kebiasaan seseorang dengan kacamata sendiri, atas dasar itulah keterangan ahli psikolog dra Dewi lebih valid dibandingkan dengan ahli psikolog dra Antonia Ratih," ujar Sordame.