Motif Karawo butuh pengembangan
11 Oktober 2016 17:01 WIB
Sejumlah perajin menyulam kain dengan motif Karawo (kain sulam khas Gorontalo) di Lapangan Taruna Remaja, Kota Gorontalo, Senin (10/10). (ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin)
Gorontalo (ANTARA News) - Wakil Gubernur (Wagub) Gorontalo Idris Rahim menilai pengrajin harus mengembangkan motif dan desain kain Karawo (Kerawang), untuk menarik minat pasar dalam dan luar negeri.
"Upaya memajukan Karawo saat ini dengan menyesuaikan perkembangan motif dan desain fashion, merupakan salah satu tuntutan yang wajib dipenuhi oleh para pengrajin dan desainer Karawo," kata Idris di Gorontalo, Selasa.
Dengan motif yang baru dan beragam, maka pembeli memiliki banyak pilihan sesuai selera sehingga permintaan terhadap Karawo terus naik.
"Target kami Karawo tidak hanya dicintai oleh masyarakat Gorontalo, tetapi juga digunakan dan dicintai oleh seluruh masyarakat Indonesia, bahkan internasional," kata Idris.
Pemerintah Provinsi Gorontalo telah selesai menggelar Festival Karawo, dengan beragam kegiatan seperti karnaval dan peragaan busana dalam berbagai desain.
Fashion Karawo diikuti oleh 33 peserta, yang menampilkan desain busana muslim sebanyak tujuh desain, busana santai lima desain, busana pesta 18 desain, dan busana kantor tiga desain.
Karawo sendiri berasal dari kata "Mokarawo" yang artinya mengiris atau melubang. Untuk satu motif Karawo membutuhkan sekitar tiga hari bagi seorang pengrajin.
Keunikan Karawo terletak pada proses pengerjaan, yaitu harus melalui proses pengirisan dan pencabutan benang dengan teliti dan hati-hati agar kain tidak rusak.
Menyulam Karawo pada bahan berbahan sutera memiliki tingkat kesulitan tertinggi, sehingga harganya akan lebih mahal.
Karawo juga mengandung nilai luhur seperti ketekunan, keuletan, ketelitian, kesabaran dan keindahan.
Di Gorontalo, sulaman ini menjadi seragam bagi seluruh PNS dan pegawai swasta pada satu hari kerja.
Meski demikian, Bank Indonesia mencatat tahun 2013 jumlah pengrajin Karawo di Gorontalo mencapai 5.000 orang, dengan tingkat kesejahteraan yang rendah.
"Upaya memajukan Karawo saat ini dengan menyesuaikan perkembangan motif dan desain fashion, merupakan salah satu tuntutan yang wajib dipenuhi oleh para pengrajin dan desainer Karawo," kata Idris di Gorontalo, Selasa.
Dengan motif yang baru dan beragam, maka pembeli memiliki banyak pilihan sesuai selera sehingga permintaan terhadap Karawo terus naik.
"Target kami Karawo tidak hanya dicintai oleh masyarakat Gorontalo, tetapi juga digunakan dan dicintai oleh seluruh masyarakat Indonesia, bahkan internasional," kata Idris.
Pemerintah Provinsi Gorontalo telah selesai menggelar Festival Karawo, dengan beragam kegiatan seperti karnaval dan peragaan busana dalam berbagai desain.
Fashion Karawo diikuti oleh 33 peserta, yang menampilkan desain busana muslim sebanyak tujuh desain, busana santai lima desain, busana pesta 18 desain, dan busana kantor tiga desain.
Karawo sendiri berasal dari kata "Mokarawo" yang artinya mengiris atau melubang. Untuk satu motif Karawo membutuhkan sekitar tiga hari bagi seorang pengrajin.
Keunikan Karawo terletak pada proses pengerjaan, yaitu harus melalui proses pengirisan dan pencabutan benang dengan teliti dan hati-hati agar kain tidak rusak.
Menyulam Karawo pada bahan berbahan sutera memiliki tingkat kesulitan tertinggi, sehingga harganya akan lebih mahal.
Karawo juga mengandung nilai luhur seperti ketekunan, keuletan, ketelitian, kesabaran dan keindahan.
Di Gorontalo, sulaman ini menjadi seragam bagi seluruh PNS dan pegawai swasta pada satu hari kerja.
Meski demikian, Bank Indonesia mencatat tahun 2013 jumlah pengrajin Karawo di Gorontalo mencapai 5.000 orang, dengan tingkat kesejahteraan yang rendah.
Pewarta: Debby Mano
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2016
Tags: