Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) memprediksi laju inflasi bahan kebutuhan pokok sepanjang tahun 2016 masih terkendali dengan angka di bawah 4 persen, karena hingga Agustus inflasi secara nasional cukup rendah yang hanya 2,79 persen year on year (yoy).

"Bahkan khusus Agustus 2016 justru mengalami deflasi (penurunan harga) minus 0,02 persen. Angka ini jelas lebih rendah sepanjang sejarah inflasi per Agustus dalam lima tahun terakhir," ujar Asisten Direktur Departemen Ekonomi Moneter BI Handri Adiwilaga di Jakarta, Senin.

Hal itu dikatakan Handri di hadapan 220 wartawan dari 24 kabupaten/kota di Indonesia, dalam Temu Wartawan Daerah di Hotel Grand Mercure, Jakarta. Saat itu Handri membawakan materi dengan tema "Inflasi di Indonesia dan Tantangannya".

Secara spesifik, lanjutnya, rendahnya inflasi hingga Agustus 2016 terutama dipengaruhi oleh rendahnya inflasi dari dua pulau, yakni Jawa dan Sumatera. Sedangkan di sejumlah provinsi lain terjadi inflasi yang cukup tinggi seperti di Kalbar, Kalsel, dan Papua.

Meski hingga akhir 2016 tingkat inflasi masih terkendali, namun ia mengkhawatirkan laju inflasi yang terjadi tahun depan yang diperkirakan naik, mengingat hingga kini hampir semua daerah di Indonesia yang terus dilanda hujan. Kondisi ini tentu akan berpengaruh terhadap menurunnya produksi pangan.

Risiko lain dalam inflasi 2017 adalah karena adanya rencana kenaikan tarif tenaga listrik untuk rumah tangga 900 valt, kemudian risiko gejolak pangan karena masih rentannya tantangan struktural untuk kesinambungan produksi dan distribusi pangan.

Selama ini, kata Handri, tekanan inflasi di Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh gangguan pasokan dan distribusi pangan, termasuk kebijakan strategis dari pemerintah (administered prices), sehingga peran Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) harus dioptimalkan untuk menekan laju inflasi.

"TPID memiliki peran penting dalam pengendalian inflasi karena tiap daerah memiliki 24 urusan wajib yang sangat mempengaruhi inflasi, antara lain kebijakan sektor pendidikan, kesehatan, perumahan rakyat, tenaga kerja, perhubungan, pangan, dan penanaman modal," ujarnya.

Menurutnya, inflasi yang terjadi antara daerah satu dengan daerah lainnya menunjukkan perbedaan. Hal ini terjadi karena tingkat kelengkapan dan kualitas infrastruktur logistik tiap daerah yang berbeda, kemudian tingkat kemampuan produksi pangan lokal, kebijakan pemerintah daerah, dan struktur pasar daerah.