Bank Indonesia nyatakan harga pangan picu inflasi
10 Oktober 2016 14:37 WIB
Temu Wartawan Daerah Bank Indonesia Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menyampaikan materi pada acara 'Temu Wartawan Daerah' di Jakarta, Senin (3/10/2016). Pertemuan yang diikuti oleh 250 wartawan dari 22 kota di Indonesia tersebut bertujuan untuk memberikan pemahaman tugas pokok BI sebagai Bank sentral di Indonesia kepada wartawan, agar dapat memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat. (ANTARA /Adiwinata Solihin) ()
Jakarta (ANTARA News) - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengemukakan kenaikan harga pangan masih menjadi salah satu pemicu inflasi di Tanah Air hingga saat ini.
"Kunci pengendalian inflasi harus dilakukan dengan meningkatkan produksi dan memperbaiki jalur distribusi pangan," kata dia, di Jakarta, Senin.
Ia menyampaikan hal itu sebagai pembicara pada temu wartawan daerah Bank Indonesia dihadiri 220 wartawan dari 24 kota di Indonesia.
Menurutnya hambatan yang dihadapi BI dalam mengendalikan inflasi adalah tidak memproduksi dan terkait langsung dengan komoditas pangan namun harus tetap melakukan pengendalian.
"Karena itu BI bersama pemerintah daerah membentuk dan mendampingi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), saat ini sudah ada pada 497 daerah," katanya.
Ia mengatakan bersama TPID dilakukan pengendalian inflasi dengan mencari tahu kebutuhan pangan dan meningkatkan produksi jika selama ini stok masih kurang.
Jika produksi pada satu daerah berlebih dan daerah di sekitarnya kurang maka dilakukan distribusi, kuncinya jalur distribusi harus baik, ujarnya.
Ia menyebutkan dalam dua tahun terakhir inflasi cukup terkendali pada 2015 mencapai 3,3 persen dan pada 2016 diperkirakan di bawah 3,5 persen.
Kemudian untuk meningkatkan produksi pangan BI juga membentuk klaster pengembangan produk pertanian dan melakukan pendampingan kepada petani agar menggunakan teknologi yang tepat.
Pada sisi lain ia melihat pada negara-negara berkembang kenaikan harga pangan menjadi penyebab inflasi karena pendapatan masyarakat masih rendah karena sebagian besar digunakan untuk membeli kebutuhan pokok berupa pangan.
"Akibatnya ketika pangan naik, inflasi meningkatkan pada akhirnya yang miskin menjadi semakin susah," katanya.
"Kunci pengendalian inflasi harus dilakukan dengan meningkatkan produksi dan memperbaiki jalur distribusi pangan," kata dia, di Jakarta, Senin.
Ia menyampaikan hal itu sebagai pembicara pada temu wartawan daerah Bank Indonesia dihadiri 220 wartawan dari 24 kota di Indonesia.
Menurutnya hambatan yang dihadapi BI dalam mengendalikan inflasi adalah tidak memproduksi dan terkait langsung dengan komoditas pangan namun harus tetap melakukan pengendalian.
"Karena itu BI bersama pemerintah daerah membentuk dan mendampingi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), saat ini sudah ada pada 497 daerah," katanya.
Ia mengatakan bersama TPID dilakukan pengendalian inflasi dengan mencari tahu kebutuhan pangan dan meningkatkan produksi jika selama ini stok masih kurang.
Jika produksi pada satu daerah berlebih dan daerah di sekitarnya kurang maka dilakukan distribusi, kuncinya jalur distribusi harus baik, ujarnya.
Ia menyebutkan dalam dua tahun terakhir inflasi cukup terkendali pada 2015 mencapai 3,3 persen dan pada 2016 diperkirakan di bawah 3,5 persen.
Kemudian untuk meningkatkan produksi pangan BI juga membentuk klaster pengembangan produk pertanian dan melakukan pendampingan kepada petani agar menggunakan teknologi yang tepat.
Pada sisi lain ia melihat pada negara-negara berkembang kenaikan harga pangan menjadi penyebab inflasi karena pendapatan masyarakat masih rendah karena sebagian besar digunakan untuk membeli kebutuhan pokok berupa pangan.
"Akibatnya ketika pangan naik, inflasi meningkatkan pada akhirnya yang miskin menjadi semakin susah," katanya.
Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016
Tags: