Para ahli serukan langkah kuat lindungi lapisan ozon
9 Oktober 2016 07:06 WIB
Sebuah lubang pada lapisan ozon di atas Antartika muncul lebih awal dari biasanya pada 2007, demikian disampaikan badan cuaca PBB. (ANTARA News/ Reuters)
Kigali (ANTARA News) - Para ahli perubahan iklim menyerukan tindakan kuat dan nyata untuk menyelamatkan lapisan ozon dan melindungi iklim secara berkelanjutan.
Seruan tersebut disampaikan pada sesi teknis pembukaan Protokol Montreal ke-28 (MOP 28) di Kigali, Rwanda.
Rwanda menjadi tuan rumah pertemuan tingkat tinggi forum global pada 8-14 Oktober 2016 di Kigali Convention Centre, yang fokus memetakan jalan untuk isu perlindungan lapisan ozon kedepan.
"Semua negara global harus berkomitmen kuat untuk melindungi lapisan ozon dan memastikan bahwa undang-undang, yang merupakan salah satu produk hukum terkuat, digunakan untuk menyelamatkan lapisan ozon dari zat pencemar," kata Tina Birmpili, Sekretaris Eksekutif, Sekretariat Ozon Program Lingkungan PBB, dilansir Xinhua.
Dia menambahkan, inilah waktunya seluruh negara menerapkan apa yang telah disepakati dalam Protokol Montreal untuk melindungi lapisan ozon dan mempercepat proses penghapusan zat berbahaya lebih cepat dari yang dibutuhkan.
"Kita harus merayakan ulang tahun ke 30 Protokol Montreal pada 2017 dengan kesepakatan penghapusan zat hidrofluorokarbon (HFC)," katanya.
Pertemuan tersebut menarik para pemimpin internasional dan ahli pelestarian ozon dan pengembangan rendah karbon dari seluruh dunia untuk membahas amandemen perjanjian Protokol Montreal.
Menurut Coletha Ruhamya, Direktur Jenderal Pengelolaan Lingkungan Rwanda (REMA), Rwanda mendukung semua upaya untuk melindungi lapisan ozon.
"HFC harus dikurangi secara bertahap. Mari kita semua mendukung amandemen ambisius untuk Protokol Montreal dengan mengurangi penggunaan HFC, polutan yang ditemukan di AC, kulkas, freezer supermarket, dan lainnya," kata Ruhamya.
Suksesnya amandemen tersebut akan ditandai dengan komitmen masyarakat internasional untuk mencapai Perjanjian Paris, yang membatasi pemanasan global di bawah 2 derajat Celcius, bahkan target yang lebih ambisius hingga 1,5 derajat Celcius.
Adapun Protokol Montreal adalah perjanjian global untuk melindungi lapisan ozon dengan menghilangkan produksi zat yang dapat mengakibatkan penipisan ozon dan perubahan iklim.
Perjanjian ini pertama kali ditandatangani pada 16 September 1987, dan secara luas dianggap sebagai salah satu perjanjian lingkungan multilateral yang paling efektif yang pernah dinegosiasikan.
Protokol Montreal juga satu-satunya perjanjian dalam sistem PBB yang ditandatangani setiap negara.
Menurut Program Lingkungan PBB, emisi HFC tumbuh sekitar 7 persen per tahun. Jika tidak ada tindakan, meningkatnya permintaan terhadap barang-barang rumah tangga dapat mengakibatkan emisi HFC hingga 8,8 gigaton ekuivalen CO2 per tahun pada 2050.
Pertemuan ke-27 Protokol Montreal digelar tahun lalu di Dubai, Uni Emirat Arab.
Seruan tersebut disampaikan pada sesi teknis pembukaan Protokol Montreal ke-28 (MOP 28) di Kigali, Rwanda.
Rwanda menjadi tuan rumah pertemuan tingkat tinggi forum global pada 8-14 Oktober 2016 di Kigali Convention Centre, yang fokus memetakan jalan untuk isu perlindungan lapisan ozon kedepan.
"Semua negara global harus berkomitmen kuat untuk melindungi lapisan ozon dan memastikan bahwa undang-undang, yang merupakan salah satu produk hukum terkuat, digunakan untuk menyelamatkan lapisan ozon dari zat pencemar," kata Tina Birmpili, Sekretaris Eksekutif, Sekretariat Ozon Program Lingkungan PBB, dilansir Xinhua.
Dia menambahkan, inilah waktunya seluruh negara menerapkan apa yang telah disepakati dalam Protokol Montreal untuk melindungi lapisan ozon dan mempercepat proses penghapusan zat berbahaya lebih cepat dari yang dibutuhkan.
"Kita harus merayakan ulang tahun ke 30 Protokol Montreal pada 2017 dengan kesepakatan penghapusan zat hidrofluorokarbon (HFC)," katanya.
Pertemuan tersebut menarik para pemimpin internasional dan ahli pelestarian ozon dan pengembangan rendah karbon dari seluruh dunia untuk membahas amandemen perjanjian Protokol Montreal.
Menurut Coletha Ruhamya, Direktur Jenderal Pengelolaan Lingkungan Rwanda (REMA), Rwanda mendukung semua upaya untuk melindungi lapisan ozon.
"HFC harus dikurangi secara bertahap. Mari kita semua mendukung amandemen ambisius untuk Protokol Montreal dengan mengurangi penggunaan HFC, polutan yang ditemukan di AC, kulkas, freezer supermarket, dan lainnya," kata Ruhamya.
Suksesnya amandemen tersebut akan ditandai dengan komitmen masyarakat internasional untuk mencapai Perjanjian Paris, yang membatasi pemanasan global di bawah 2 derajat Celcius, bahkan target yang lebih ambisius hingga 1,5 derajat Celcius.
Adapun Protokol Montreal adalah perjanjian global untuk melindungi lapisan ozon dengan menghilangkan produksi zat yang dapat mengakibatkan penipisan ozon dan perubahan iklim.
Perjanjian ini pertama kali ditandatangani pada 16 September 1987, dan secara luas dianggap sebagai salah satu perjanjian lingkungan multilateral yang paling efektif yang pernah dinegosiasikan.
Protokol Montreal juga satu-satunya perjanjian dalam sistem PBB yang ditandatangani setiap negara.
Menurut Program Lingkungan PBB, emisi HFC tumbuh sekitar 7 persen per tahun. Jika tidak ada tindakan, meningkatnya permintaan terhadap barang-barang rumah tangga dapat mengakibatkan emisi HFC hingga 8,8 gigaton ekuivalen CO2 per tahun pada 2050.
Pertemuan ke-27 Protokol Montreal digelar tahun lalu di Dubai, Uni Emirat Arab.
Penerjemah: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016
Tags: