Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah berharap pembentukan holding BUMN Reasuransi yang menggabungkan empat perusahaan menjadi PT Reasuransi Indonesia Utama atau Indonesia Re bisa menjadi tonggak kebangkitan asuransi nasional.

Hal itu menjadi benang merah sambutan Menteri BUMN Rini Soemarno dan Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Nonbank OJK Firdaus Djaelani menghadiri peresmian peluncuran Indonesia Re di Jakarta, Jumat malam.

Menurut Rini Soemarno, merger BUMN Reasuransi ini merupakan komitmen Pemerintah dalam mendirikan Perusahaan Reasuransi Nasional (PRN) yang besar dan kuat serta mampu bersaing di kancah regional dan global.

Ia menjelaskan pembentukan holding BUMN Reasuransi Indonesia Re ini sejalan dengan Paket Kebijakan Ekonomi Maret 2015 dan PP Nomor 77 Tahun 2015. Pemerintah melakukan langkah restrukturisasi dan revitalisasi industri reasuransi nasional yang besar dan mumpuni.

"Selama ini, BUMN Reasuransi kita memiliki keterbatasan karena kekurangan modal. Sekarang dengan pembentukan holding yang otomastis terjadi peningkatan modal diharapkan bisa meningkatkan kapasitas dan kompetensi untuk bersaing di pasar yang lebih besar," kata Rini.

Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Nonbank OJK Firdaus Djaelani mengatakan bahwa pada tahun 2015 setidaknya premi dari bisnis reasuransi mengalir ke luar negeri sekitar Rp35 triliun.

"Ini menimbulkan beban defisit transaksi berjalan dan kehilangan potensi penerimaan pajak hingga triliunan rupiah," kata Firdaus.

Dengan regulasi yang dikeluarkan pemerintah, diperkirakan dapat meningkatkan peluang bisnis reasuransi di dalam negeri dengan tambahan premi asuransi antara Rp12 triliun s.d. Rp17 triliun.

Sementara itu, Direktur Utama Indonesia Re Frans Y. Sahusilawane mengatakan bahwa langkah strategis Indonesia Re adalah menjadikan perusahaan reasuransi nasional besar sebagai flagship reasuransi berskala global dengan empat misi, yaitu meningkatkan kapasitas reasuransi dalam negeri, meningkatkan pengetahuan dan kapabilitas inovasi industri asuransi nasional.

Selanjutnya, mengurangi reasuransi ke luar negeri dan melakukan ekspor jasa reasuransi ke kawasan regional.

Untuk itu, Indonesia Re membutuhkan tiga sumber daya, yaitu modal, pengetahuan, dan teknologi.

"Kami telah mendapatkan komitmen dari pemerintah untuk pemenuhan modal, baik penyertaan modal negara maupun sinergi BUMN, untuk mencapai produksi premi Rp15 triliun-Rp18 triliun dalam 5 tahun ke depan," ujarnya.

Dengan peningkatan modal tersebut, diharapkan Indonesia Re menempati posisi terdepan di kalangan perusahaan reasuransi nasional se-ASEAN meningkat dari saat ini masih di urutan ke-7.

Ia menambahkan bahwa peningkatan modal dalam jumlah besar memudahkan Indonesia Re untuk melakukan investasi strategis untuk menghadapi perkembangan kompleksitas risiko dan emerging risk, seperti climate change, nano technology, dan cyber risk.

"Manfaat modal besar tidak hanya untuk back-up pengembangan portofolio untuk menurunkan defisit transaksi berjalan dan mengurangi kerugian akibat kehilangan potensi penerimaan pajak. Namun, memiliki nilai strategis sebagai langkah awal menciptakan knowledge dan teknologi yang dibutuhkan industri ke depan," ujarnya.