Serangan siber meningkat di Asia Pasifik tahun ini
7 Oktober 2016 15:02 WIB
Director of APAC Research Team Kaspersky Lab, Vitaly Kamluk, tengah melakukan presentasi dalam Kaspersky Lab Cyber Security Weekend APAC, di Bali, Jumat (7/10/2016). (ANTARA News/ Arindra Meodia)
Bali (ANTARA News) - Director of APAC Research Team Kaspersky Lab, Vitaly Kamluk, mengungkapkan bahwa jumlah serangan siber yang terjadi di kawasan Asia Pacific tahun ini meningkat.
"Angka ini meningkat dalam lima tahun terakhir. Para penjahat siber beralih ke cara yang lebih andal untuk mencuri data demi mendapat keuntungan finasial," kata dia, dalam Kaspersky Lab Cyber Security Weekend APAC, di Bali, Jumat.
"Sekarang modelnya berbeda, ada developer yang bekerja di ransomeware, kemudian ransomware didistribusikan oleh partner menggunakan email web exploit kit," lanjut dia.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, jumlah insiden ransomware yang terdeteksi di APAC melonjak pada Juli dan Agustus dibandingkan dengan bulan Februari dan Maret, sebesar 114 persen.
Negara dengan jumlah infeksi ransomware terbesar adalah India, diikuti oleh Vietnam. Peningkatan jumlah insiden ransomware mencerminkan tren global. Hal tersebut juga menandakan bahwa wilayah APAC menjadi target untuk ransomware.
Pertumbuhan terbesar dalam jumlah total kejahatan siber yang telah dideteksi Kaspersky Lab adalah di India, sedangkan penurunan terbesar terjadi di Australia.
Kaspersky Security Network (KSN) statistik layanan cloud untuk Juli-September 2016 menunjukkan bahwa sejumlah negara Asia-Pasifik (Australia, China, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam), rata-rata 49 persen pengguna mengalami kejahatan siber yang berhubungan dengan jaringan lokal dan media.
Tidak hanya itu, 17 persen dari pengguna di negara-negara tersebut juga menghadapi ancaman yang erat kaitannya dengan web.
Vietnam, Filipina dan India memiliki jumlah tertinggi pengguna yang mengalami insiden ancaman lokal, masing-masing 64 persen, 58 persen dan 55 persen masing.
Sementara China memimpin dalam deteksi web (24 persen dari pengguna), diikuti oleh Vietnam, India dan Indonesia masing-masing 23 persen, 18,5 persen dan 18,5 persen.
Australia dan Singapura termasuk di antara negara-negara paling tidak terpengaruh. Meski demikian, sekitar 12 persen pengguna menghadapi insiden web dan sekitar 30 persen menghadapi ancaman lokal.
Menurut survei Global Perusahaan IT Security Risks 2015 yang dilakukan oleh B2B International dan Kaspersky Lab, ada top 5 jenis ancaman siber yang dihadapi oleh pengguna yaitu malware, spam, phishing, kerentanan perangkat lunak dan kebocoran disengaja oleh staf.
"Angka ini meningkat dalam lima tahun terakhir. Para penjahat siber beralih ke cara yang lebih andal untuk mencuri data demi mendapat keuntungan finasial," kata dia, dalam Kaspersky Lab Cyber Security Weekend APAC, di Bali, Jumat.
"Sekarang modelnya berbeda, ada developer yang bekerja di ransomeware, kemudian ransomware didistribusikan oleh partner menggunakan email web exploit kit," lanjut dia.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, jumlah insiden ransomware yang terdeteksi di APAC melonjak pada Juli dan Agustus dibandingkan dengan bulan Februari dan Maret, sebesar 114 persen.
Negara dengan jumlah infeksi ransomware terbesar adalah India, diikuti oleh Vietnam. Peningkatan jumlah insiden ransomware mencerminkan tren global. Hal tersebut juga menandakan bahwa wilayah APAC menjadi target untuk ransomware.
Pertumbuhan terbesar dalam jumlah total kejahatan siber yang telah dideteksi Kaspersky Lab adalah di India, sedangkan penurunan terbesar terjadi di Australia.
Kaspersky Security Network (KSN) statistik layanan cloud untuk Juli-September 2016 menunjukkan bahwa sejumlah negara Asia-Pasifik (Australia, China, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam), rata-rata 49 persen pengguna mengalami kejahatan siber yang berhubungan dengan jaringan lokal dan media.
Tidak hanya itu, 17 persen dari pengguna di negara-negara tersebut juga menghadapi ancaman yang erat kaitannya dengan web.
Vietnam, Filipina dan India memiliki jumlah tertinggi pengguna yang mengalami insiden ancaman lokal, masing-masing 64 persen, 58 persen dan 55 persen masing.
Sementara China memimpin dalam deteksi web (24 persen dari pengguna), diikuti oleh Vietnam, India dan Indonesia masing-masing 23 persen, 18,5 persen dan 18,5 persen.
Australia dan Singapura termasuk di antara negara-negara paling tidak terpengaruh. Meski demikian, sekitar 12 persen pengguna menghadapi insiden web dan sekitar 30 persen menghadapi ancaman lokal.
Menurut survei Global Perusahaan IT Security Risks 2015 yang dilakukan oleh B2B International dan Kaspersky Lab, ada top 5 jenis ancaman siber yang dihadapi oleh pengguna yaitu malware, spam, phishing, kerentanan perangkat lunak dan kebocoran disengaja oleh staf.
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016
Tags: