Kairo (ANTARA News) - Seorang pejabat di Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mengatakan di Ibu Kota Mesir, Kairo, Senin (3/10) bahwa perubahan iklim merupakan salah satu tantangan paling besar yang dihadapi umat manusia.

Pernyataan Abdessalam Ould Ahmed, Asisten Direktur Jenderal dan Wakil Regional FAI untuk Timur Dekat dan Afrika Utara, dikeluarkan selama peresmian Dialog Pre-COPP22 bagi Negara dan Liga Negara Arab mengenai Sumbangan yang Ditetapkan dan Dimaksudkan Secara Nasional (INDCs) serta Dana Iklim, di Markas Besar Liga Arab di Kairo. Pertemuan itu berlangsung selama dua hari.

"Wilayah kita, salah satu wilayah yang paling kering dan langka akan air di dunia, sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim," kata Adessalam Ould Ahmed dalam pertemuan tersebut.

Kendati ada penanaman modal sangat besar di sektor pengairan pertanian, Abdessalam Ould Ahmed mengatakan ketersediaan air bersih per kepala telah turun sampai dua pertiga selama 40 tahun belakangan dan diperkirakan turun lagi sebanyak 50 persen sampai 2050.

Itu terjadi akibat pertumbuhan cepat penduduk serta tekanan atas tingkat dan kualitan pasokan air.

"Dengan temperatur yang lebih tinggi dan curah hujan lebih sedikit, wilayah ini akan sangat rentan terhadap kemerosotan lahan dan penggurunan," kata Ahmed, sebagaimana dikutip Xinhua.

Ia menambahkan pertemuan itu adalah bagian dari serangkaian konsultasi yang digagas oleh FAO melalui kerja sama dengan Liga Negara Arab (LAS), Uni Maghrib Arab (UMA), dan Pemerintah Mesir serta Marokko.

Tujuannya untuk lebih memahami visi semua negara dan janji untuk menangani perubahan iklim sebab semuanya berkaitan dengan keamanan pangan serta pertanian.

"Pertemuan di LAS itu dijadwalkan secara khusus membahas masalah yang berkaitan dengan pertanian dan daerah prioritas tempat FAO dapat membantu semua negara di wilayah ini untuk memperkuat kemampuan penyesuain diri mereka pada perubahan iklim," katanya.

Pejabat PBB tersebut mengatakan secara keseluruh perubahan iklim akan mengurangi ketersediaan pangana akibat dampaknya pada produksi pertanian. Ia menambahkan itu akan mempengaruhi akses ke pangan akibat dampak negatifnya pada penghasilan penduduk desa dan pada kemiskinan.

"Itu akan berdampak pada pemanfaatan pangana sebab air yang berkurang di daerah pedesaan berarti resiko lebih besar bagi pencemaran air," katanya.

Perubahan iklim tampaknya akan meningkatkan ketergantungan wilayah tersebut pada import serta ketidak-stabilan produksi lokal akibat makin seringnya peristiwa kemarau, katanya.

"Bukti dari studi di seluruh dunia menunjukkan semua negara yang mengejar penanganan sumber daya air yang berkelanjutan dan strategi pertanian lebih mampu dalam meredam dampak perubahan iklim," kata Abdessalam Ould Ahmed.

Ia menekankan kesalahan dalam penanganan sumber daya alam dan perubahan iklim tampaknya akan meningkatkan ketidak-stabilan dan krisis yang berlarut-larut.

"Penting bagi wilayah ini untuk menerapkan sekarang agenda perubahan menyeluruh untuk secara tegas menempatkan sektor air dan pertanian di jalur kesinambungan dan menyesuaikan diri dengan dampak yang mungkin muncul akibat perubahan iklim," katanya.

Abdessalam Ould Ahmed mengatakan, "Takkan ada peningkatan keamanan pangan dan tak ada pengentasan orang miskin di wilayah kita tanpa penyesuaian diri dengan perubahan iklim dan sebaliknya."