Jakarta (ANTARA News) - Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikhail Galuzin, Senin, menyampaikan terima kasih kepada pemerintah Indonesia atas kerja sama dalam penyelenggaraan pemungutan suara parlemen nasional bagi warga Rusia yang tinggal di Indonesia.

"Kami tidak menemukan satu pun persoalan dalam menyelenggarakan pemungutan suara pada pertengahan September lalu. Ini menunjukkan budaya demokrasi dan persahabatan yang mendalam antara kedua negara, mengingat tidak di semua negara kami bisa menggelar pemungutan suara secara lancar," kata Galuzin, kepada sejumlah wartawan.

Galuzin merujuk pada insiden serangan terhadap kantor kedutaan besar Rusia di Kiev oleh "kelompok ultra nasionalis Ukraina" menjelang pemungutan suara parlemen yang sama pada 18 September lalu. Dia menilai tindakan tersebut sebagai hipokrisi pemerintah pro-Barat di Kiev yang mengaku menghormati nilai-nilai demokrasi.

"Pemerintah Ukraina sama sekali tidak melakukan apa pun untuk mencegah serangan terhadap kantor kedutaan kami di Kiev," kata dia.

Galuzin tidak menjelaskan lebih jauh terkait berapa maupun di mana saja bilik pemungutan suara bagi warga Rusia yang saat ini tinggal di Indonesia. Dia juga tidak menerangkan perbandingan tingkat partisipasi pemilih di negara rawan konflik seperti Ukraina maupun di wiayah yang relatif aman seperti Indonesia.

Saat ini tidak ada data statistik yang menunjukkan seberapa banyak warga asing berkewarganegaraan Rusia di Indonesia, kecuali beberapa ratus mahasiswa yang menuntut ilmu di sejumlah universitas negeri.

Pemilihan umum parlemen Rusia dimenangi oleh partai pendukung Presiden Vladimir Putin, United Russia Party, yang meraup suara sekitar 55 persen dan mendapatkan 343 dari total 450 kursi majelis rendah. Dengan perolehan besar itu, Putin mampu secara sepihak mengubah konstitusi negara.

Kemenangan besar itu diraih pemerintah Putin meski Rusia tengah mengalami resesi ekonomi paling buruk dalam beberapa dekade terakhir.

"Dukungan terhadap Presiden Putin adalah respon masyarakat Rusia terhadap sanksi ekonomi sepihak dan ilegal dari negara-negara Barat untuk menghancurkan perekonomian negara kami," kata Galuzin.

Namun demikian, sejumlah media Barat mempertanyakan legitimasi pemilihan umum parlemen tersebut mengingat tingkat partisipasi yang mencapai titik terendah dalam beberapa pemilu terakhir pada angka 48 persen.