Dunia perlu semiliar rumah baru pada 2025
3 Oktober 2016 13:36 WIB
Rumah Rakyat Penjaga stan sebuah pengembang perumahan memberikan penjelasan kepada seorang calon konsumen, pada Pameran Rumah Rakyat di Semarang, Jateng, Senin (6/10). Pameran yang diselenggarakan oleh Kemenpera itu diikuti sebanyak 25 pengembang. (ANTARA FOTO/R Rekotomo)
Jakarta (ANTARA News) - Dunia memerlukan sekitar satu miliar rumah baru pada 2025 sehingga diperlukan kajian dan rencana yang komprehensif guna mengatasi permasalahan urbanisasi agar dapat mencapai pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.
"Berdasarkan perkiraan global pada 2025 dibutuhkan sekitar 1 miliar rumah baru," kata Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Sosial dan Peran Masyarakat Lana Widayatin dalam jumpa pers Hari Habitat Dunia 2016 di kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Senin.
Menurut Lana, peringatan Hari Habitat Dunia digelar PBB untuk mengingatkan dunia akan tanggung jawab dunia dalam rangka membangun pemukiman yang layak untuk semua di seluruh negara.
Apalagi, ia mengingatkan bahwa tema tahun ini yaitu "Perumahan Penggerak Kota Berkelanjutan" yang berarti rumah dianggap sebagai pusat untukmembina keluarga dan generasi masa depan.
"Rumah adalah pusat untuk membangun jati diri bangsa dan peradaban," katanya.
Dengan demikian, ujar dia, bila ditata dengan baik maka rumah dapat menjadi inti penggerak kota berkelanjutan dan agenda baru perkotaan global pembangunan itu harus bertumpu kepada masyarakat (people-centered).
Lana juga mengingatkan bahwa kebutuhan perumahan yang layak diakui sebagai bagian standar hidup layak dalam berbagai deklarasi internasional seperti Piagam HAM PBB dan Kovenan PBB tentang Hak Ekonomi-Sosial.
"Bukan sekadar fisik rumah tapi ada beberapa kondisi baik dari segi administrasi, tata ruang, dan ekologis," katanya dan menambahkan, aspek lainnya adalah ketersediaan sarana-prasarana dasar dan standar bahan bangunan.
Dia menyesalkan bahwa pada saat ini masih ada bangunan rumah yang masih memakai bahan berbahaya seperti asbestos.
Dalam perencanaan perumahan, Lana juga menyatakan bahwa rumah adalah bagian dari sistem perkotaan yang harus didukung sistem infrastruktur termasuk layanan transportasi publik, serta penting juga untuk aspek keterjangkauan harga bagi masyarakat untuk rumah yang memenuhi standar hidup yang layak.
Berdasarkan target RPJMN 2015-2019, pemerintah Indonesia menargetkan pada akhir 2019 jumlah "backlog" (kekurangan) perumahan berdasarkan konsep kepemilikan berkurang menjadi 6,8 juta unit.
Serta rumah tidak layak huni berkurang menjadi 1,9 juta unit. Untuk mencapai itu pemerintah juga telah mencanangkan Program Satu Juta Rumah sejak 2015.
"Berdasarkan perkiraan global pada 2025 dibutuhkan sekitar 1 miliar rumah baru," kata Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Sosial dan Peran Masyarakat Lana Widayatin dalam jumpa pers Hari Habitat Dunia 2016 di kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Senin.
Menurut Lana, peringatan Hari Habitat Dunia digelar PBB untuk mengingatkan dunia akan tanggung jawab dunia dalam rangka membangun pemukiman yang layak untuk semua di seluruh negara.
Apalagi, ia mengingatkan bahwa tema tahun ini yaitu "Perumahan Penggerak Kota Berkelanjutan" yang berarti rumah dianggap sebagai pusat untukmembina keluarga dan generasi masa depan.
"Rumah adalah pusat untuk membangun jati diri bangsa dan peradaban," katanya.
Dengan demikian, ujar dia, bila ditata dengan baik maka rumah dapat menjadi inti penggerak kota berkelanjutan dan agenda baru perkotaan global pembangunan itu harus bertumpu kepada masyarakat (people-centered).
Lana juga mengingatkan bahwa kebutuhan perumahan yang layak diakui sebagai bagian standar hidup layak dalam berbagai deklarasi internasional seperti Piagam HAM PBB dan Kovenan PBB tentang Hak Ekonomi-Sosial.
"Bukan sekadar fisik rumah tapi ada beberapa kondisi baik dari segi administrasi, tata ruang, dan ekologis," katanya dan menambahkan, aspek lainnya adalah ketersediaan sarana-prasarana dasar dan standar bahan bangunan.
Dia menyesalkan bahwa pada saat ini masih ada bangunan rumah yang masih memakai bahan berbahaya seperti asbestos.
Dalam perencanaan perumahan, Lana juga menyatakan bahwa rumah adalah bagian dari sistem perkotaan yang harus didukung sistem infrastruktur termasuk layanan transportasi publik, serta penting juga untuk aspek keterjangkauan harga bagi masyarakat untuk rumah yang memenuhi standar hidup yang layak.
Berdasarkan target RPJMN 2015-2019, pemerintah Indonesia menargetkan pada akhir 2019 jumlah "backlog" (kekurangan) perumahan berdasarkan konsep kepemilikan berkurang menjadi 6,8 juta unit.
Serta rumah tidak layak huni berkurang menjadi 1,9 juta unit. Untuk mencapai itu pemerintah juga telah mencanangkan Program Satu Juta Rumah sejak 2015.
Pewarta: Muhammad Rahman
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016
Tags: