Kulon Progo (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, memiliki hutang Jamkesda sebesar Rp12,3 miliar kepada Rumah Sakit Umum Daerah Wates karena ada perubahan pembiyaan dan analisasi kebutuhan.

"Hutang tersebut telah dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubanan 2016. Anggaran tersebut akan segera digunakan membayar hutang Jamkesda ke RSUD Wates," kata Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kulon Progo Rudiyanto di Kulon Progo, Minggu.

Ia mengatakan keterlambatan pembayaran hutang karena adanya restrukturisasi komponen pendanaan dan penjaminan Jamkesda.

Sejak adanya Jamkesda, masyarakat cenderung menggunakannya untuk mendapatkan kemudahan pelayanan dan fasilitas kesehatan. Masyarakat tidak menggunakan fasilitas kesehatan lain, meski mereka memiliki Jamkesmas.

"Kami berusaha memberikan pemahaman kepada masyarakat supaya menggunakan jaminan kesehatan lain, seperti Jamkesmas sehingga beban Jamkesda tidak tinggi," kata dia.

Rudi mengatakan anggaran Jamkesda yang dikeluarkan oleh pemkab setiap tahun berkisar Rp16 miliar hingga Rp18,5 miliar tergantung klaim yang diajukan oleh RSUD Wates dan puskesmas.

"Meski beban Jamkesda pada 2016 mengalami penurunan, tapi jumlahnya masih tinggi," katanya.

Direktur RSUD Wates Lies Indriyati mengatakan pendapatan dari Jamkesda belum masuk atau belum dibayar.

Jamkesda baru dibayar hingga Januari 2016. Aturan main Jamkesda berbeda dengan pada 2015. Kalau pada 2015 Jamkesda mengikuti INA CBGs ke tarif Perda Nomor 3 Tahun 2012 tentang Tarif Pelayanan Kesehatan Kelas III RSUD Wates dan Perbup Nomor 55 Tahun 2012 tentang Pelayanan Kesehatan RSUD Wates sehingga mengakibatkan penurunan PAD.

"Pada 2016 anggaran BPJS Kesehatan terbatas dan kembali kepada perda dan perbup lama, yakni masing-masing orang sakit mendapat jaminan Rp5 juta dalam satu tahun sehingga setiap pasien rawat hanya mendapat jaminan paling besar Rp2 juta," kata Lies.

Selain itu, katanya, banyak pasien rawat inap di RSUD Wates hanya meninggalkan KTP karena tidak mampu membayar biaya pengobatan dan perawatan.

Akibatnya, katanya, piutang ke pasien pada 2016 sudah mencapai Rp6 miliar.

"Kami kesulitan menagih piutang ke pasien, sehingga tunggakan biaya perawatan sangat tinggi. Untuk mengantisipasi hal ini, kami menghematkan anggaran. Akhir tahun, tidak semua kegiatan yang kami rencanakan dapat terlaksana," katanya.