Jakarta (ANTARA News) - Tim Riset DBS Bank, perbankan berafiliasi di Singapura, mengungkapkan sejumlah faktor fundamental ekonomi Indonesia dan juga realiasi amnesti pajak telah menopang penguatan kurs rupiah dari bayangan volatilitas pasar keuangan global yang masih dipengaruhi sentimen kenaikan suku bunga The Fed, Amerika Serikat.

Ekonom Senior DBS Group Research, Philip Wee, dalam risetnya diterima Antara di Jakarta, Jumat, mengatakan selain pemulangan dana karena amnesti pajak, pemulihan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2016 ke atas 5,0 persen, inflasi yang sesuai jangkar Bank Indonesia, serta defisit transaksi berjalan yang terkendali telah meningkatkan kepercayaan investor dan memperkokoh nilai tukar rupiah.

"Faktor-faktor ini yang memberikan kontribusi pada ketahanan rupiah selama periode volatilitas global tahun ini," ujat Philip.

Atas dasar kondisi rupiah hingga September 2016 ini, DBS Group Reserach, menurunkan proyeksi rentang perdagangan rupiah terhadap dolar AS antara 5,5 persen hingga 6,1 persen. Dolar AS pun, kata Philip, diperkirakan tidak akan menembus level Rp14.000 dalam satu tahun ke depan.

"Kendati demikian, rupiah tidak berarti kebal terhadap pergerakan mata uang global. Contohnya ketika Tiongkok mendevaluasi mata uangnya pada Januari tahun ini, rupiah kembali terdepresiasi. Begitu pula ketika rakyat Inggris memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa (Brexit) pada Juni lalu," ujarnya.

DBS melihat tekanan likuiditas di Indonesia telah berkurang. Akan tetapi, kata Philip, rencana kenaikan suku bunga The Fed, tetap bisa mempengaruhi pergerakan rupiah ke depan. Risiko volatilitas rupiah ke depan terutama berasal dari utang luar negeri yang terus meningkat serta cadangan devisa yang masih rendah.

"Tekanan jual terhadap rupiah dapat balik lagi jika utang luar negeri jangka pendek dan defisit transaksi berjalan memburuk lagi," ujar Philip.

Secara tahun berjalan sejak Januari hingga Kamis (29/9), Bank Indonesia mencatat rupiah telah terapresiasi enam persen, menjadi rata-rata Rp12.945/dolar AS pada Kamis. Di awal tahun, BI dan pemerintah memperkirakan pergerakan kurs rupiah di rentang Rp13.900/dolar AS.

Gubernur BI Agus Martowardojo memandang penguatan rupiah hingga akhir pekan ini, disebabkan faktor ekonomi eksternal, dan internal yang ditandai kontribusi reformasi struktural ekonomi dan realisasi amnesti pajak.

Akibat sentimen positif baik dari faktor eksternal dan internal tersebut, arus modal asing yang masuk ke dalam negeri (capital inflow) dari Januari hingga September 2016 telah mencapai Rp151 triliun.