Indonesia-Iran berpotensi kembangkan industri pesawat terbang
30 September 2016 20:21 WIB
Dubes Iran untuk Indonesia, Valiollah Mohammadi (pertama, kiri) dan Wakil Presiden Institute for Political and International Studies (IPIS) Kemenlu Iran Dr Sayed Rasoul Mousavi (dua, kiri) berbincang dengan Direktur Teknologi dan Pengembangan PTDI Andi Alisjahbana (dua, kanan) dan Kepala BPPK Kemenlu RI Dr Siswo Pramono (pertama, kanan) dalam kunjungan ke PTDI di Bandung Rabu, 28 September 2016. (Istimewa)
Jakarta (ANTARA News) - Republik Indonesia dan Republik Islam Iran berpotensi mengembangkan kerja sama di bidang industri pesawat terbang sipil karena Iran saat ini mempunyai kebutuhan besar untuk memperbaharui armada penerbangan sipilnya.
Informasi dari Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta, Jumat menyebutkan, PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dapat menjajaki kerjasama dengan perusahaan penerbangan Iran, Iran Aircraft Manufacturing Industrial Company (HESA).
Pernyataan tersebut merupakan salah satu poin penting pembahasan bidang ekonomi dalam kunjungan delegasi Pemerintah Iran ke PTDI di Bandung pada 28 September 2016.
Kunjungan delegasi Iran itu merupakan rangkaian dari kegiatan "Policy Research Consultation" (PRC) ke-5 Indonesia-Iran, yakni antara BPPK Kemenlu RI dengan Institute for Political and International Studies (IPIS) Kemenlu Iran yang dilaksanakan di Museum Asia Afrika Bandung.
Delegasi Iran dalam kunjungan itu antara lain Dubes Iran untuk RI,Valiollah Mohammadi dan Wakil Presiden IPIS Dr Sayed Rasoul Mousavi. IPIS itu sendiri merupakan "Think Tank" Kementerian Luar Negeri Iran.
Sementara itu PRC merupakan kegiatan tahunan yang dilaksanakan BPPK dan IPIS untuk bertukar pikiran dan informasi mengenai posisi dan arah kebijakan politik luar negeri masing-masing negara terkait isu-isu strategis bilateral, regional, maupun internasional.
Menurut BPPK Kemenlu RI, pasca implementasi "Joint Comprehensive Plan of Action" (JCPOA) pada 16 Januari 2016 yang diikuti pengangkatan sanksi ekonomi internasional terhadap Iran, negara itu membutuhkan banyak pesawat penerbangan sipilnya.
Pencabutan sanksi ekonomi terhadap Iran secara bertahap dalam kerangka JCPOA itu juga memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk mengembangkan kerja sama lebih erat dengan Iran, negara kaya sumber daya energi dengan populasi 80 juta jiwa.
Pembelian pesawat terbang besar-besaran oleh Iran ramai diberitakan media massa internasional. Iran dikabarkan melakukan kontrak pembelian 100 unit pesawat dari Boeing senilai USD 17 miliar pada September 2016, dan 118 unit pesawat dari Airbus senilai USD 25 miliar pada Januari 2016.
Kementerian Keuangan Amerika Serikat mengijinkan transaksi pembelian tersebut secara bertahap. Selain itu, Iran juga sedang menjajaki pembelian pesawat terbang dari perusahaan Embraer Brasil.
Menurut Direktur Teknologi dan Pengembangan PTDI, Andi Alisjahbana, PTDI yang telah mempunyai reputasi internasional juga mempunyai peluang emas untuk menjual produknya kepada Iran.
Pesawat baling-baling produksi PTDI sangat sesuai untuk digunakan dalam penerbangan domestik jarak dekat di Iran, sebagaimana digunakan dalam rute antar pulau di Indonesia.
Sejauh ini PTDI telah mengekspor produknya ke berbagai negara, di antaranya Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, Filipina, Korea Selatan, Pakistan, Turki, Uni Emirat Arab, Burkina Faso, Senegal, dan Venezuela.
(A015/S025)
Informasi dari Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta, Jumat menyebutkan, PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dapat menjajaki kerjasama dengan perusahaan penerbangan Iran, Iran Aircraft Manufacturing Industrial Company (HESA).
Pernyataan tersebut merupakan salah satu poin penting pembahasan bidang ekonomi dalam kunjungan delegasi Pemerintah Iran ke PTDI di Bandung pada 28 September 2016.
Kunjungan delegasi Iran itu merupakan rangkaian dari kegiatan "Policy Research Consultation" (PRC) ke-5 Indonesia-Iran, yakni antara BPPK Kemenlu RI dengan Institute for Political and International Studies (IPIS) Kemenlu Iran yang dilaksanakan di Museum Asia Afrika Bandung.
Delegasi Iran dalam kunjungan itu antara lain Dubes Iran untuk RI,Valiollah Mohammadi dan Wakil Presiden IPIS Dr Sayed Rasoul Mousavi. IPIS itu sendiri merupakan "Think Tank" Kementerian Luar Negeri Iran.
Sementara itu PRC merupakan kegiatan tahunan yang dilaksanakan BPPK dan IPIS untuk bertukar pikiran dan informasi mengenai posisi dan arah kebijakan politik luar negeri masing-masing negara terkait isu-isu strategis bilateral, regional, maupun internasional.
Menurut BPPK Kemenlu RI, pasca implementasi "Joint Comprehensive Plan of Action" (JCPOA) pada 16 Januari 2016 yang diikuti pengangkatan sanksi ekonomi internasional terhadap Iran, negara itu membutuhkan banyak pesawat penerbangan sipilnya.
Pencabutan sanksi ekonomi terhadap Iran secara bertahap dalam kerangka JCPOA itu juga memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk mengembangkan kerja sama lebih erat dengan Iran, negara kaya sumber daya energi dengan populasi 80 juta jiwa.
Pembelian pesawat terbang besar-besaran oleh Iran ramai diberitakan media massa internasional. Iran dikabarkan melakukan kontrak pembelian 100 unit pesawat dari Boeing senilai USD 17 miliar pada September 2016, dan 118 unit pesawat dari Airbus senilai USD 25 miliar pada Januari 2016.
Kementerian Keuangan Amerika Serikat mengijinkan transaksi pembelian tersebut secara bertahap. Selain itu, Iran juga sedang menjajaki pembelian pesawat terbang dari perusahaan Embraer Brasil.
Menurut Direktur Teknologi dan Pengembangan PTDI, Andi Alisjahbana, PTDI yang telah mempunyai reputasi internasional juga mempunyai peluang emas untuk menjual produknya kepada Iran.
Pesawat baling-baling produksi PTDI sangat sesuai untuk digunakan dalam penerbangan domestik jarak dekat di Iran, sebagaimana digunakan dalam rute antar pulau di Indonesia.
Sejauh ini PTDI telah mengekspor produknya ke berbagai negara, di antaranya Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, Filipina, Korea Selatan, Pakistan, Turki, Uni Emirat Arab, Burkina Faso, Senegal, dan Venezuela.
(A015/S025)
Pewarta: Aat Surya Safaat
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016
Tags: