Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jendral Masyarakat Indonesia Anti-Pemalsuan (MIAP,) Justisiari P. Kusumah, mengungkapkan, tingkat peredaran perangkat lunak palsu (counterfeit) di Indonesia berada di urutan keempat.

"Data 2014 untuk software palsu sebesar 33,5 persen. Software bajakan bahkan lebih dari itu, di atas 80 persen," kata dia, dalam diskusi sosialisasi bahaya penggunaan perangkat lunak palsu, di Jakarta, Jumat.

Produk perangkat lunak palsu berada diurutan keempat setelah tinta pencetak palsu (49,4 persen), pakaian palsu (38,9 persen), dan barang dari kulit (37,2 persen).

Meski demikian, berdasarkan hasil survei kepada 500 responden pada dua tahun terakhir, dia mengatakan, semakin banyak orang yang ingin membeli perangkat lunak asli.

"Waktu tahun 2010-2014 kami menanyakan kepada responden mau beli perangkat lunak ori atau tidak, hampir 100 persen menjawab belum tentu. Tapi, setelah 2014, 38 persen menjawab iya," ujar Justis.

"Terjadi pergeseran ketertarikan karena mereka telah sadar atau mengalami sendiri kejadian yang tidak mengenakkan karena menggunakan produk palsu," sambung.

Hal tersebut, menurut Justis tak lepas dari edukasi yang selama ini telah dilakukan MIAP, diantaranya kampanye Indonesia tolak barang palsu dan bajakan yang dilakukan pada 2012, 2014 dan 2016 bersama DJKI dan Angkasa Pura di bandara Soekarno Hatta Jakarta dan Djuanda Surabaya.

"Bulan depan kami akan bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM, untuk mengadakan sosialisasi di 33 bandara," kata Kusumah.

"Kami membagikan brosur dan menawarkan pemeriksaan keaslian perangkat lunak bagi mereka yang membawa laptop di bandara," tambah dia.