London (ANTARA News) - Tidak ingin dicap sebagai sosok yang hanya "omong doang" dengan ungkapan populer omdo? Silakan mencermati apa yang diutarakan dan dikemukakan pelatih Leicester Claudio Ranieri ketika tim asuhannya menelan kekalahan 1-4 dari Manchester United dalam laga pekan keenam Liga Inggris.

Ranieri justru menunjukkan argumentasi dengan nalar jernih, bukan nalar yang asal-asalan, apalagi mencari-cari alasan.

Dengan nalar jernih itu, ia bahkan memberi pelajaran mengenai apa sesungguhnya budaya malu dalam kompetisi sepak bola, setelah menelan kekalahan dari tim lawan.

Hemat pelatih asal Italia itu, kekalahan Leicester lebih disebabkan karena kegagalan dalam memelihara dan menumbuhkembangkan mentalitas juara dengan tampil sebaik mungkin melawan tim papan atas sekelas Manchester United (MU).

Kebobolan empat gol dan hanya melesakkan satu gol ke gawang MU, bagi Ranieri demikian memalukan karena hasil itu membuktikan bahwa ada "sesuatu" yang tidak beres dalam mesin organisasi Leicester.

Budaya malu lahir dari sosok yang tahu membedakan mana perilaku yang baik dan mana yang buruk. Inilah kata hati Ranieri mengenai budaya malu setelah menyaksikan anak buahnya tidak mampu menunjukkan performa terbaik.

"Tidak mudah mempertahkan gelar. Anda harus menunjukkan performa terbaik," katanya sebagaimana dikutip dari laman Independent.

"Tahun ini sungguh berbeda, tidak karena bahwa mereka telah mengetahui kami lebih baik, tetapi karena (kami) tampil pada level (yang sama). Ketika kami kebobolan gol, kami wajib mengubah strategi?"

"Bagi kami, hal yang lebih penting bahwa kami ingin selalu bertarung. Hal yang perlu disadari bahwa anda berpuas diri ketika tampil maksimal dan (melawan United) ternyata kami tidak mampu tampil maksimal dengan meraih kemenangan."