PON 2016 - Balap sepeda terpaksa datangkan teknisi asing senilai Rp300 juta
24 September 2016 08:58 WIB
Ilustrasi - Atlet sepeda gunung Kalimantan Timur Firman Hidayat melintasi hutan pinus pada final Cross Country Olympic Men Elite PON XIX di Cikole, Lembang, Kabubaten Bandung Barat, Jabar, Senin (19/9).(ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/Spt/16.)
Ciamis (ANTARA News) - Demi meminimalisir kesalahan pencatatan waktu sekaligus menjaga netralitas, panitia penyelenggara Pekan Olahraga Nasional XIX, khususnya cabang olahraga balap sepeda melibatkan teknisi asing.
"Kami tidak main-main untuk mempersiapkan kejuaraan ini. Demi menekan kesalahan, kami mendatangkan teknisi khusus untuk pencatatan waktu dari Hongkong. Ini kami lakukan untuk kebaikan kita semua," kata Ketua Panpel Balap Sepeda, Ato Hermanto di Ciamis, Sabtu.
Biaya mendatangkan teknisi pencatatan waktu balapan tersebut, kata dia, membutuhkan dana kurang lebih Rp300 juta.
"Kita ingin semuanya ngahiji. Kita harus mengutamakan persatuan. Inikan olahraga, semuanya harus sportif. Sebenarnya kami bisa menyediakan teknisi yang murah. Tapi rawan, demi sportifitas kami memilih menggunakan pihak netral," kata pria yang juga Ketua ISSI Jawa Barat ini.
Sejak MTB, pencatatan waktu menggunakan sistem digital dengan memasang transponder di masing-masing sepeda. Dengan demikian, pencatatan waktu lebih akurat dibandingkan dengan stopwatch seperti di sepeda roda yang akhirnya menjadi pemicu polemik bagi peserta.
Transponder juga dipasangkan di sepada pada nomor downhill road race, track hingga BMX. Dengan demikian, cabang olahraga balap sepeda diprediksi menjadi bakal minim polemik terutama dalam pencatatan waktu.
"Track akan lebih bahaya jika tidak menggunakan transponder. Selisih waktu antar pebalap bakal tipis. Kalau menggunakan stopwatch akan subyektif dan bakal memunculkan ketidakpuasan peserta yang akan berujung pada protes," kata salah satu pengusaha dodol Garut itu.
"Kami tidak main-main untuk mempersiapkan kejuaraan ini. Demi menekan kesalahan, kami mendatangkan teknisi khusus untuk pencatatan waktu dari Hongkong. Ini kami lakukan untuk kebaikan kita semua," kata Ketua Panpel Balap Sepeda, Ato Hermanto di Ciamis, Sabtu.
Biaya mendatangkan teknisi pencatatan waktu balapan tersebut, kata dia, membutuhkan dana kurang lebih Rp300 juta.
"Kita ingin semuanya ngahiji. Kita harus mengutamakan persatuan. Inikan olahraga, semuanya harus sportif. Sebenarnya kami bisa menyediakan teknisi yang murah. Tapi rawan, demi sportifitas kami memilih menggunakan pihak netral," kata pria yang juga Ketua ISSI Jawa Barat ini.
Sejak MTB, pencatatan waktu menggunakan sistem digital dengan memasang transponder di masing-masing sepeda. Dengan demikian, pencatatan waktu lebih akurat dibandingkan dengan stopwatch seperti di sepeda roda yang akhirnya menjadi pemicu polemik bagi peserta.
Transponder juga dipasangkan di sepada pada nomor downhill road race, track hingga BMX. Dengan demikian, cabang olahraga balap sepeda diprediksi menjadi bakal minim polemik terutama dalam pencatatan waktu.
"Track akan lebih bahaya jika tidak menggunakan transponder. Selisih waktu antar pebalap bakal tipis. Kalau menggunakan stopwatch akan subyektif dan bakal memunculkan ketidakpuasan peserta yang akan berujung pada protes," kata salah satu pengusaha dodol Garut itu.
Pewarta: Bayu Kuncahyo
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016
Tags: