Jakarta (ANTARA News) - Bareskrim Polri kembali menyerahkan berkas perkara praktik peredaran vaksin palsu ke Kejaksaan Agung, setelah sebelumnya dikembalikan karena kurang lengkap.

"Berkas perkara (kasus vaksin palsu) sudah di Kejagung. Pihak Kejaksaan sangat menaruh perhatian terhadap kasus ini," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya di Jakarta, Selasa.

Agung mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan Kejagung mengenai penanganan kasus vaksin palsu. "Koordinasi (dengan Kejagung) terus dilakukan oleh penyidik," katanya.

Dalam proses pelimpahan berkas, Bareskrim telah dua kali menyerahkan berkas perkara vaksin palsu kepada Kejagung. Pelimpahan pertama dikembalikan lagi ke Bareskrim karena jaksa menilai berkas masih belum lengkap.

Dalam penyidikan kasus ini, penyidik membagi penyidikan ke dalam empat berkas terpisah berdasarkan peta jaringan produsen vaksin palsu.

Total tersangka yang diamankan dalam kasus ini berjumlah 25 orang.

Dari 25 tersangka kasus vaksin memiliki peran masing-masing, yakni produsen (enam tersangka), distributor (sembilan tersangka), pengumpul botol (dua tersangka), pencetak label (satu tersangka), bidan (dua tersangka) dan dokter (lima tersangka).

Berkas pertama terdiri atas satu jaringan dengan delapan tersangka, yakni Sugiarti, Nuraini, Ryan, Elly, Syahrul, dr Indra, dr Harmon dan dr Dita.

Empat tersangka dalam berkas kedua, yakni Agus, Thamrin, Sutanto dan dr Hud.

Berkas ketiga terdiri dari tujuh tersangka, yakni Rita Agustina, Hidayat, Sutarman, Mirza, Suparji, Irna dan Irmawati.

Berkas keempat terdiri atas enam tersangka, yakni Syahfrizal, Iin, Seno, M Farid, dr Ade dan Juanda.

Atas perbuatannya, seluruh tersangka dijerat dengan UU Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang ancaman hukuman di atas 10 tahun penjara.