Kupang (ANTARA News) - Pemerhati masalah Timor Leste, Florencio Mario Vieira, berpendapat, negara bekas jajahan Portugis itu membutuhkan seorang presiden yang minimal mampu membangun dialog, pengalaman dalam mengelola konflik dan negosiator ulung dengan negara-negara lain. "Timor Leste membutuhkan seorang figur presiden yang demikian, karena berbagai macam persoalan yang dapat mengancam negara yang baru merdeka pada 2002 itu," kata Vieira di Kupang, Selasa, ketika diminta komentarnya seputar pelaksanaan pemilu presiden pertama di wilayah bekas provinsi ke-27 Indonesia itu. Ia menunjuk kasus peticionario, kasus mayor Alfredo Reinaldo, konflik Lorosae dan Loromonu, persaingan kelompok seni bela diri, dan masalah pengangguran, menjadi tantangan besar bagi presiden baru di Timor Leste. Bahkan, pada 4 April 2007 terjadi kekerasan antara pendukung Fretilin dan partai lain saat kampanye yang mengakibatkan 33 orang cedera. Terkain dengan insiden di Dili tersebut, Presiden Xanana kemudian menuding rivalnya, Fretilin sengaja menciptakan kekerasan. Menurut Vieira, dari delapan kandindat Presiden Timor Leste yang bertarung dalam Pilpres 9 April 2007, hanya dua calon presiden yang memiliki peluang besar menjadi presiden pengganti Xanana Gusmao, yakni Jose Ramos Horta dan Fransisco Guterres (Lu Olu). Dalam pengamatannya, Horta dapat meraih kemenangan dalam pemilu presiden Timor Leste karena pemenang Nobel Perdamaian itu mempunyai jaringan yang cukup luas di luar negeri yang bisa mendatangkan dukungan dalam mendukung kebijakan "pro-poor" dan "pro-job". Namun, di sisi lain, kata Vieira, Perdana Menteri Timor Leste dan mantan Menlu negara itu kurang mengakar di masyarakat dan dianggap kalangan radikal dan nasionalis sebagai pihak yang berkonspirasi dengan aktor domestik lain dalam mengundang pasukan asing Australia yang kini sudah tidak disukai lagi oleh rakyat Timor Leste. Menyangkut figur Fransisco Guterres (Lu Olu) yang kini menjabat ketua parlemen, ia mengatakan, pemimpin Partai Fretilin (Frente Revolucionario Timor Leste Independente) itu belum teruji kemampuannya dalam membangun dialog serta jalinan kerja sama dengan negara lain. Namun demikian, tambahnya, jika Fretilin ikut memenangi pemilu parlemen yang akan dilaksanakan 90 hari kemudian setelah Pilpres, dengan menunjuk Mari Alkatiri kembali menduduki jabatan sebagai Perdana Menteri, kekurangan Lu Olu bisa diisi oleh Alkatiri yang juga terkenal sebagai seorang negosiator ulung itu. "Kita menanti hasil pilihan rakyat, apakah jatuh ke kelompok progresif Ramos Horta yang didukung Xanana Gusmao atau kelompok konservatif Fransisco Guterres (Lu Olu) yang didukung Mari Alkatiri, dengan asumsi tidak ada kejutan dari kandidat kuda hitam," ujarnya. Ia melihat, Pilpres di Timor Leste saat ini berbeda dengan Pilpres 2002 yang secara bulat, termasuk Partai Fretilin, membawa Xanana Gusmao menjadi presiden pertama dengan meraih suara 82,69 persen. Menurut dia, perseteruan politik dalam Pilpres 2007 di Timor Leste lebih krusial karena Xanana Gusmao bersama Ramos Horta telah berseberangan dengan Fretilin. "Fretilin mencalonkan Lu Olu, dan Xanana telah mendeklarasikan Partai National Congress of Reconstruction of Timor (CNRT) dengan harapan menjadi Perdana Menteri bila menang dalam pemilu parlemen nanti," katanya. Di sisi lain, juga tercium adanya gerakan hierarki Gereja Katolik ikut berperan dalam mendukung Xanana dan Horta melawan partai kiri Fretilin yang berkuasa. Meskipun demikian, Fretilin tetap optimis menang dalam Pilpres dan pemilu parlemen nanti karena jauh sebelum elite Timor Leste lain bergerak, Alkatiri sudah mengunjungi 13 distrik untuk konsolidasi menghadapi Pilpres sejak Februari lalu. Ia menambahkan, sebagai partai yang lahir pada era 1970-an, Fretilin mempunyai kelembagaan dengan struktur organisasi sampai di daerah terpencil dan mempunyai kader kader yang disiplin dan militan. "Hierarki Gereja Katolik hampir menyamai kelembagaan Fretilin sampai di tingkat desa. Dengan melihat peta kekuatan ini, saya hanya melihat Horta dan Lu Olu yang lebih berpeluang melangkah ke kursi Presiden Timor Leste," katanya menambahkan. (*)