Surabaya (ANTARA News) - Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Riski Dwi Setiawan, membuat aplikasi survei untuk pemetaan kemiskinan berbasis Android dan web guna memangkas biaya dan waktu menjadi lebih efisien.

"Melakukan survei langsung ke masyarakat seperti yang sering dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sering kali membutuhkan biaya yang cukup tinggi dan waktu lama, sebab harus melibatkan surveyor dukup banyak serta perekapan data secara satu persatu," katanya di kampus setempat, Jumat.

Mahasiswa Teknik Informatika ITS itu mengatakan latar belakang membuat aplikasi tersebut karena melihat proses survei kemiskinan yang dilakukan BPS yang dianggap kurang efisien.

"Selama ini, survei harus mendatangi rumah warga satu persatu sambil membawa kertas formulir survei yang cukup banyak. Itu kan sangat merepotkan, kemana-mana membawa kertas cukup banyak," katanya.

Setelah melakukan survey dengan mendata masing masing warga, maka dilakukan perekapan data satu persatu kemudian dimasukkan ke BPS. Di BPS masih harus melakukan entri data ke sistem dan baru setelah itu mendapatkan hasilnya.

"Dari tahap per tahap survei tersebut, tentu membutuhkan waktu cukup lama, terutama untuk datang ke tiap tiap rumah warga. Belum lagi perekapan data yang tidak bisa dilakukan dalam sehari. Proses di BPS untuk entri data ke sistem juga membutuhkan waktu beberapa hari," katanya.

Melihat kondisi tersebut, Riski mengajukan kerja sama dengan BPS dan Badan Pendapatan Daerah (Bapeda) Kota Madiun. "Saya mengambil sampelnya di Madiun sebagai daerah asal saya," kata mahasiswa peraih beasiswa Bidikmisi ini.

Rizki yang akan diwisuda pada pekan depan itu menegaskan bahwa sistem aplikasi yang dibuatnya itu sebenarnya memangkas beberapa sistem survei manual, khususnya pada survei tingkat kemiskinan di Madiun.

"Sistem tersebut langsung berisikan tentang 14 variabel kemiskinan yang didapat dari BPS dan Bapeda, kemudian diisi oleh surveyor saat mendatangi rumah warga," katanya.

"Data yang diisi dalam sistem tersebut langsung terkoneksi ke sistem validasi dan langsung didapatkan hasilnya. Dari data yang didapat dari 14 variabel tersebut kemudian masuk validasi akan didapat tiga tingkat kemiskinan, mulai dari sangat miskin, miskin dan hampir miskin," katanya.

Dengan sistem ini ada beberapa tahapan dalam survei manual yang dipangkas, yaitu pada tahapan perekapan dan entri data ke sistem di BPS. Dengan demikian waktu yang dibutuhkan jauh lebih singkat dibandingkan dengan survei manual yang selama ini digunakan.

"Jika survei manual bisa memakan waktu satu minggu, maka dengan aplikasi ini hanya bisa dalam sehari saja," tandasnya.

Tak hanya mempercepat pelaksanaan survei, aplikasi yang dibuat Riski juga mampu meminimalkan "error" saat survei. Ketika ada data yang error maka bisa langsung dibenahi dari sistem tersebut dan tidak harus melakukan perekapan ulang.

"Kelebihan lainnya adalah dengan aplikasi ini maka data bisa di-update sewaktu-waktu," tandasnya.

Bahkan, suatu saat survei tak lagi dilakukan oleh surveyor, namun cukup melibatkan ketua RT, sebab ketua RT bisa langsung melakukan pendataan ke rumah-rumah warga.

"Aplikasi saya ini sudah diujicoba di BPS Madiun, dan hasilnya cukup memuaskan. Memang sebelumnya sudah ada input data warga yang akan disurvei," katanya.

Menanggapi karya itu, Rektor ITS Prof Joni Hermana mengapresiasi penuh inovasi yang berhasil dibuat mahasiswanya.

"Semoga, nantinya aplikasi tersebut bisa digunakan dan membantu BPS dalam melakukan servei. Ini sangat membantu BPS serta pemerintah daerah dalam melakukan survei," katanya.