Yogyakarta (ANTARA News) - Universitas Gadjah Mada (UGM) akan melakukan kajian terkait dengan keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara historis, sosiologis, kultural dan politis mengenai sistem pemerintahan provinsi itu yang tetap istimewa, tetapi dapat menjamin stabilitas dan kesejahteraan masyarakat. Menurut Rektor UGM, Prof Dr Sofyan Efendi, seusai menemui Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, di Kepatihan Yogyakarta, Selasa, dari kajian itu akan diketahui apakah keistimewaan DIY, seperti monarki parlementer di Inggris dan Thailand, atau model kasultanan, seperti Malaysia. "Kalau di Malaysia, sultan tidak memegang pemerintahan dan diserahkan kepada menteri besar atau perdana menteri," katanya. Sofyan Efendi mengatakan, kajian tersebut dilakukan, karena selama ini pasal 18 Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945), yang antara lain menyebutkan Republik Indonesia terdiri atas daerah kecil dan besar yang ditetapkan berdasarkan pengusulan pemerintah dan menghargai keistimewaan daerah, belum dioperasionalkan. Menurut dia, selama ini pasal tersebut belum diformulasikan dalam undang-undang pemerintahan daerah secara tepat. Akibatnya, terjemahan terhadap undang-undang pemerintahan daerah itu hanya mengatur tentang pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota. "Sedangkan, mengenai keistimewaan tidak ada," katanya. Ia menilai, selama ini dua daerah istimewa yaitu Aceh dan DIY baru dipandang sekedar nama dan sebagai provinsi. Keistimewaan tersebut baru diterjemahkan secara super visial. "Kalau di Aceh dengan penerapan hukum syariat islam, sedangkan di DIY dengan gubernur dan wakil gubernur dari penguasa Keraton Kasultanan dan Keraton Puro Pakualaman," kata rektor UGM. Terkait dengan hal itu, pihaknya akan melakukan kajian, dan nantinya akan diawali dengan menggelar sarasehan tentang keistimewaan Provinsi DIY yang direncanakan berlangsung di Yogyakarta dalam waktu dekat ini. (*)