Ini alasan medsos bisa picu depresi
16 September 2016 07:08 WIB
sakit jiwa, stress, stes, depresi, ilustrasi stres, ilustrasi depresi, gangguan jiwa, gangguan kejiwaan, gangguan mental (ANTARA News / Insan Faizin Mubarak)
Jakarta (ANTARA News) - Pengalaman negatif berinteraksi melalui media sosial, Facebok misalnya, seperti dibully atau kesalahpahaman berujung pertengkaran hingga kontak teman yang tak disukai terbukti bisa meningkatkan risiko depresi.
"Berinteraksi melalui media sosial memang penting, tetapi jangan berpikir tak ada dampak dari pengalaman berinteraksi secara virtual itu bagi seseorang," ujar asisten peneliti epidemiologi dari Brown University's School of Public Health, Rhode Island, Samantha Rosenthal.
Dalam studi yang dipublikasikan dalam Journal of Adolescent Health itu peneliti melakukan survei pada 264 orang di tahun 2013 dan 2014. 8 dari 10 orang ternyata mengalami pengalaman negatif saat ber-Facebook-an, yakni dibully, menjadi korban kesalahpahaman hingga memiliki kontak orang yang tak diinginkan.
Sebanyak 63 persen partisipan bahkan mengaku mengalami hal buruk itu di awal menggunakan layanan sosial itu.
Hasil studi menunjukkan, gejala depresi ringan hingga sedang muncul pada seperempat partisipan. Risiko depresi lebih tinggi 3,2 kali di antara mereka yang mendapatkan pengalaman negatif saat berinteraksi melalui Facebook.
Mereka yang dibully bahkan berisiko 3,5 kali lebih tinggi terkena depresi dibandingkan yang tidak. Sementara undangan pertemanan yang tak diinginkan menyumbang sekitar 2,5 kali risiko depresi.
Peneliti mengatakan, risiko depresi yang lebih tinggi setidaknya terjadi empat kali atau lebih menjadi korban kesalahpahaman. Sementara satu hingga tiga kasus bullying berhubungan dengan risiko depresi yang lebih tinggi.
Mereka yang lebih sering mengalami hal-hal buruk itu tentu berisiko lebih tinggi merasakan gejala-gejala depresi. Demikian seperti dilansir Health.com.
"Berinteraksi melalui media sosial memang penting, tetapi jangan berpikir tak ada dampak dari pengalaman berinteraksi secara virtual itu bagi seseorang," ujar asisten peneliti epidemiologi dari Brown University's School of Public Health, Rhode Island, Samantha Rosenthal.
Dalam studi yang dipublikasikan dalam Journal of Adolescent Health itu peneliti melakukan survei pada 264 orang di tahun 2013 dan 2014. 8 dari 10 orang ternyata mengalami pengalaman negatif saat ber-Facebook-an, yakni dibully, menjadi korban kesalahpahaman hingga memiliki kontak orang yang tak diinginkan.
Sebanyak 63 persen partisipan bahkan mengaku mengalami hal buruk itu di awal menggunakan layanan sosial itu.
Hasil studi menunjukkan, gejala depresi ringan hingga sedang muncul pada seperempat partisipan. Risiko depresi lebih tinggi 3,2 kali di antara mereka yang mendapatkan pengalaman negatif saat berinteraksi melalui Facebook.
Mereka yang dibully bahkan berisiko 3,5 kali lebih tinggi terkena depresi dibandingkan yang tidak. Sementara undangan pertemanan yang tak diinginkan menyumbang sekitar 2,5 kali risiko depresi.
Peneliti mengatakan, risiko depresi yang lebih tinggi setidaknya terjadi empat kali atau lebih menjadi korban kesalahpahaman. Sementara satu hingga tiga kasus bullying berhubungan dengan risiko depresi yang lebih tinggi.
Mereka yang lebih sering mengalami hal-hal buruk itu tentu berisiko lebih tinggi merasakan gejala-gejala depresi. Demikian seperti dilansir Health.com.
Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016
Tags: