Jakarta (ANTARA News) - Ahli teknologi informasi dan digital forensik Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar, menilai rekaman CCTV dari kafe Olivier yang kerap ditampilkan jaksa dalam persidangan tidak otentik bahkan menyalahi aturan Kapolri.

Rismon merujuk pada Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2009 tentang tata cara dan persyaratan permintaan pemeriksaan teknis kriminalistik tempat kejadian perkara dan laboratorium kriminalistik barang bukti kepada laboratorium forensik kepolisian negara Republik Indonesia.

Peraturan itu menyatakan semua alat bukti harus disita tanpa pengecualian, namun yang dilakukan penyidik hanya memindahkan file dari CCTV ke flaskdisk, tanpa disita seluruhnya.

"Barang bukti CCTV tidak otentik dan menyalahi aturan Kapolri," kata Rismon dalam sidang lanjutan kasus tewasnya Wayan Mirna Salihin dengan tersangka Jessica Kumala Wongso di PN Jakarta Pusat, Kamis.

"Sangat disayangkan, penyidik hanya memindahkan rekaman ke flashdisk. Seharusnya semua disita, sehingga bisa diperiksa secara lebih komprehensif," lanjut Rismon.

Otto Hasibuan pun menambahkan proses pemindahan itu rawan manipulasi dan mereduksi kualitas dari video.

"Ini tidak (disita), cuma dipindahkan melalui flashdisk. Apalagi ahli sudah menjelaskan, ada reduksi yang menyebabkan indikasi manipulasi dari rekaman CCTV tersebut," tutur Otto.

Untuk informasi, jaksa penuntut umum pernah membawa harddisk rekaman CCTV asli dari kafe Olivier namun tidak bisa dibuka karena menggunakan kata sandi.