Vientiane (Antara) - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Timur (EAS) Ke-11 di Vientiane, Laos, menghasilkan pernyataan sikap nonproliferasi atau penghentian pengembangan senjata nuklir di kawasan.

"EAS ini kerja sama yang sangat penting dan strategis, namun kita melihat bahwa masih ada ketidakpercayaan di antara negara-negara EAS, jika ini terus terjadi, kawasan ini akan sulit untuk menjadi pusat pertumbuhan," kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo, dalam KTT EAS di National Convention Center (NCC), Vientiane, Laos, Kamis.

Lebih lanjut Menlu Retno menyampaikan, kesepakatan nonproliferasi itu menunjukkan komitmen EAS untuk menjaga stabilitas keamanan dan perdamaian di kawasan.

Karena itu, katanya lagi, semua negara harus dapat menahan diri untuk tidak melakukan tindakan provokatif yang dapat memicu ketegangan di Asia Timur.

Tampak dalam pernyataan tersebut bahwa EAS mengacu pada kekhawatiran meningkat ketegangan di Semenanjung Korea, dengan Korea Utara terus melakukan uji coba senjata nuklir, dan tindakan provokatif Korea Selatan yang kerap melakukan latihan militer bersama AS.

"Presiden menilai bahwa semua dinamika itu terjadi karena kurang rasa saling percaya antara negara-negara di kawasan," kata Menlu Retno lagi.

Sebelumya, dalam rapat pleno pemimpin ASEAN pada hari pertama KTT ASEAN 2016, Selasa (7/9), Presiden Jokowi juga telah dengan tegas menyampaikan bahwa dinamika di kawasan, antara lain sengketa di Laut China Selatan, ketegangan di Semenanjung Korea, dan kejahatan transnasional harus menjadi perhatian semua negara.

Karena itu, baik dalam konteks ASEAN mapun EAS, Presiden RI mendorong semua negara untuk membangun kepercayaan melalui peningkatan kemitraan dalam kontribusi penciptaan arsitektur keamanan kawasan yang kokoh dan komitmen untuk saling mendukung dalam keamanan serta peningkatan kesejahteraan maritim.

Selain pernyataan nonproliferasi, KTT EAS Ke-11 di Vientiane juga menghasilkan Deklarasi Vientiane tentang Penguatan Kerja Sama Infrastruktur di Asia Timur dan Pernyataan EAS tentang Peningkatan Respons terhadap Situasi Krisis dan Perdagangan Manusia.

Indonesia juga mendorong negara-negara EAS untuk memulai forum penguatan arsitektur keamanan di kawasan Asia Timur melalui instrumen yang sudah ada, seperti TAC dan EAS Bali Principles.

Perjanjian tentang Hubungan Baik dan Kerja Sama ASEAN (TAC) merupakan prinsip mendasar bagi semua anggota dan negara-negara lain yang mengaitkan diri pada asosiasi tersebut untuk mempromosikan perdamaian abadi, persahabatan yang langgeng dan kerja sama di antara negara-negara yang menghasilkan kesejahteraan, solidaritas dan hubungan yang dekat.

Pada intinya, EAS Bali Principles berfungsi sebagai pengatur hubungan antarnegara di kawasan Asia Timur agar tetap mengacu pada hukum internasional, menahan diri dari tindakan-tindakan militer dan menyelesaikan sengketa secara damai.

Dalam pertemuan itu, Menlu Retno mengatakan negara-negara EAS lainnya memberikan tanggapan positif atas usulan Indonesia tersebut, meskipun masih dalam tahap awal, namun terihat kesamaan visi di antara EAS bahwa arsitektur keamanan kawasan harus responsif terhadap dinamika yang ada.