Jaksa kritik saksi ahli pihak Jessica
8 September 2016 03:23 WIB
Ahli forensik toksikologi UI Djaja Surya Atmadja (inframe), memberikan kesaksian di hadapan persidangan kasus kematian Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (7/9/2016) (ANTARA News/Gilang Galiartha)
Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ardito Muwardi mengkritik saksi ahli pihak Jessica Wongso, Djaja Surya Atmadja, yang mengesampingkan bukti tidak langsung ("circumstantial evidence") pada kematian Wayan Mirna Salihin yang diduga akibat kopi bersianida.
"Ahli hanya menjelaskan tentang kondisi mayat. Padahal circumstantial evidence adalah bagian tidak terpisahkan dari analisis penyebab korban meninggal dunia," ujar Ardito usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu malam.
Menurut dia, penentuan penyebab kematian tidak cuma dilihat dari mayat dan hasil laboratorium, tetapi juga dengan gejala-gejala yang diperlihatkan korban sebelum meninggal dan urutan kejadian sampai Mirna meminum es kopi vietnam dan kolaps satu menit setelahnya.
Keterangan Djaja, lanjut Ardito, bertentangan dengan pendapat saksi ahli lain pada persidangan sebelumnya yang berpegangan pada bukti selain keadaan jenazah.
Adapun pada persidangan hari ini, Rabu (7/9), pakar patologi forensik Universitas Indonesia Djaja Surya Atmadja sempat ditanya pihak JPU mengenai pentingnya "circumstantial evidence" dalam kasus Mirna.
"Circumstantial evidence tidak terlalu penting," ujar Djaja yang lebih memilih menyandarkan bukti-bukti pada ciri-ciri mayat, hasil laboratorium forensik, dan otopsi sebagai langkah pasti penentuan penyebab kematian seseorang.
Hari ini, Rabu (7/9), pihak terdakwa menghadirkan dua saksi ahli. Selain Djaja, didatangkan pula pakar toksikologi kimia Budiawan. Namun karena keterbatasan waktu, keterangan Budiawan akan didengarkan pada persidangan berikutnya, Rabu (14/9).
Wayan Mirna Salihin tewas pada Rabu, 6 Januari 2016 di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta. Korban diduga meregang nyawa akibat menenggak es kopi vietnam yang dipesan oleh temannya, terdakwa Jessica Kumala Wongso.
"Ahli hanya menjelaskan tentang kondisi mayat. Padahal circumstantial evidence adalah bagian tidak terpisahkan dari analisis penyebab korban meninggal dunia," ujar Ardito usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu malam.
Menurut dia, penentuan penyebab kematian tidak cuma dilihat dari mayat dan hasil laboratorium, tetapi juga dengan gejala-gejala yang diperlihatkan korban sebelum meninggal dan urutan kejadian sampai Mirna meminum es kopi vietnam dan kolaps satu menit setelahnya.
Keterangan Djaja, lanjut Ardito, bertentangan dengan pendapat saksi ahli lain pada persidangan sebelumnya yang berpegangan pada bukti selain keadaan jenazah.
Adapun pada persidangan hari ini, Rabu (7/9), pakar patologi forensik Universitas Indonesia Djaja Surya Atmadja sempat ditanya pihak JPU mengenai pentingnya "circumstantial evidence" dalam kasus Mirna.
"Circumstantial evidence tidak terlalu penting," ujar Djaja yang lebih memilih menyandarkan bukti-bukti pada ciri-ciri mayat, hasil laboratorium forensik, dan otopsi sebagai langkah pasti penentuan penyebab kematian seseorang.
Hari ini, Rabu (7/9), pihak terdakwa menghadirkan dua saksi ahli. Selain Djaja, didatangkan pula pakar toksikologi kimia Budiawan. Namun karena keterbatasan waktu, keterangan Budiawan akan didengarkan pada persidangan berikutnya, Rabu (14/9).
Wayan Mirna Salihin tewas pada Rabu, 6 Januari 2016 di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta. Korban diduga meregang nyawa akibat menenggak es kopi vietnam yang dipesan oleh temannya, terdakwa Jessica Kumala Wongso.
Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016
Tags: