Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan agar Indonesia tidak mengandalkan sektor ekspor-impor sebagai mesin pertumbuhan ekonomi pada 2017 dikarenakan lemahnya perdagangan internasional.

"Satu catatan kita kalau bicara growth, tidak boleh mengandalkan pertumbuhan ekonomi dari faktor luar negeri," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta Selatan, Rabu malam.

Sri Mulyani yang baru saja kembali dari KTT G20 di China menyampaikan pandangan negara-negara dalam konferensi tersebut bahwa perdagangan internasional pada 2017 masih akan tetap lemah.

Sri Mulyani yang akrab disapa Ani tersebut menjelaskan bahwa kebijakan ekonomi China tengah memindahkan fokus dari perdagangan internasional kepada domestik.

Selain itu, mitra dagang terbesar Indonesia lainnya, Amerika Serikat dan Jepang juga belum menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam peningkatan perdagangan internasional.

Namun Sri Mulyani berpendapat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2017 masih bisa digerakkan dari sektor konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).

Konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,1 persen pada 2016 diperkirakan masih bisa bertahan pada 2017, atau bahkan bisa tumbuh sedikit lebih besar.

Sementara pertumbuhan PMTB 6,1 persen juga diperkirakan masih tetap bertahan dengan adanya dorongan dari kepercayaan pasar, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih relatif tinggi dibanding negara-negara G20, dan adanya aliran modal yang masuk dari hasil repatriasi program amnesti pajak.

Berdasarkan beberapa hal tersebut Menteri Keuangan berpendapat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2017 realistis berada di kisaran 5,1-5,2 persen. Sementara Komisi XI mengusulkan pertumbuhan ekonomi pada 2017 berada di level 5,05 persen.