Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak menginginkan guru dimasukkan dalam bagian birokrasi pemerintahan daerah agar tidak terjadi tumpang tindih tugasnya sebagai tenaga pendidik.

"Saya lihat di daerah-daerah banyak guru yang pakai safari. Safarinya lusuh dan ada cap pemda (pemerintah daerah) di lengannya," katanya saat bertemu dengan jajaran Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Negeri (ALPTKN) di Istana Wakil Presiden di Jakarta, Rabu.

Kemudian dia bertanya-tanya, apakah para guru tersebut merupakan tenaga birokrat atau pegawai negeri sipil di daerah.

"Jangan mereka dimasukkan dalam birokrasi daerah. Biar saja mereka jadi guru," kata Kalla yang pernah menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat pada era Presiden Megawati Soekarnoputri itu.

Wapres pun sangat berharap pengambilalihan pengelolaan SMA dan SMK dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi.

"Kenapa guru SMA di provinsi? Agar dia bisa diputar di wilayah provinsi itu. Kalau di kabupaten, hanya putar-putar di situ saja. Malah kalau golongan II bisa jadi pegawai pusat sebagai perekat nasional. Guru dari Jawa bisa mengajar di Sulawesi," ujarnya.

Menurut dia, sistem pendidikan di Indonesia sudah sangat jauh tertinggal dari Singapura dan Malaysia, apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara di Eropa dan Amerika.

Ia menjelaskan perbedaan sistem pendidikan di Eropa, Amerika, dan Asia. Di Jepang, Korea Selatan, dan China, anak didik dibekali keterampilan, sedangkan di Amerika Serikat dengan inovasi, demikian penjelasan Kalla.

"Jangan bandingkan anak Amerika Serikat atau Jerman dengan Jepang, Korea (Selatan), dan China. AS atau Jerman pasti kalah, karena mereka dididik menjadi orang yang selalu inovatif. Oleh sebab itu, kenapa di China, Jepang, dan Korea banyak pabrik karena di sana banyak tenaga terampil," ujarnya.

Lalu Kalla bertanya ke manakah sistem pendidikan Indonesia berkiblat? "Kita inginnya kedua-duanya, ya terampil, ya inovatif," kata Kalla menjawab pertanyaannya sendiri.

Terkait dengan perhatian pemerintah terhadap sektor pendidikan, dia menyatakan tidak perlu diragukan lagi karena Undang-Undang Dasar telah mengamanatkan bahwa 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk membiayai sektor pendidikan.

"Di dunia ini hanya tiga negara yang anggaran pendidikannya diatur dalam undang-undang negara, termasuk Indonesia," ujarnya.

Meskipun semakin lama tingkat kesejahteraan tenaga pendidik semakin baik, Kalla menyayangkan mutu pendidikan di Indonesia justru jalan di tempat.

"Tahun lalu saat saya bicara dalam acara ulang tahun PGRI. Saat saya bicara tingkatkan pendidikan, semua diam, tapi saat bicara tingkatkan kesejahteraan, semua tepuk tangan," kata Kalla di depan para rektor perguruan tinggi pendidikan negeri itu.

Ia mengaku prihatin bahwa perhatian guru saat ini jauh berbeda dan lebih pragmatis.

"Sekarang bagaimana kita bicarakan yang ideal, walaupun secara umum pendapatan guru lebih besar daripada profesi apa pun di negeri ini," kata Wapres menambahkan.